Dipe Anom: Dewan Tidak Tolak APBDP
Wakil Ketua DPRD Kota Prabumulih Dipe Anom--
PRABUMULIH, KORANRADAR.ID - Terkait adanya persepsi bahwa DPRD Prabumulih tidak memyetujui APBD Perubahan oleh pemerintah kota, Wakil Ketua DPRD Kota Prabumulih Dipe Anom, menolak dan menjelaskan bahwa DPRD bukan tidak menyetujui APBD Perubahan (APBD - P) Tahun Anggaran 2025.
Menurutnya, penolakan tersebut bukan karena masalah substansi atau nilai anggaran, melainkan disebabkan oleh batas waktu pembahasan yang telah melampaui batas waktu alias sudah habis waktunya yakni 30 September.
Dikatakannya, jadi perlu diluruskan, DPRD bukan tidak menyetujui APBD Perubahan. “Namun karena pembahasannya sudah melewati batas waktu yang diatur, maka secara aturan kami tidak dapat melanjutkannya, sehingga Pemerintah Kota Prabumulih tidak melakukan APBD-P,” beber Dipe.
Ia juga menambahkan, apabila terdapat program atau kegiatan yang belum dapat dilaksanakan pada tahun 2025, akibat tidak disahkannya APBD Perubahan, maka kegiatan tersebut dapat dialihkan atau diluncurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
“Jadi, kalau ada kegiatan yang belum bisa dilaksanakan tahun ini, bisa dimasukkan kembali dalam anggaran tahun 2026, jadi semua program tetap bisa dijalankan, hanya waktunya yang harus menyesuaikan,” ujarnya.
DPRD Kota Prabumulih menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menolak pembahasan atau persetujuan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P). Hal ini disampaikan untuk meluruskan pemberitaan yang seolah-olah DPRD tidak menyetujui APBD-P tahun berjalan.
“Kami harap rekan-rekan wartawan dapat membantu meluruskan pemberitaan yang seakan-akan DPRD menolak APBD-P, padahal tidak demikian adanya,” terangnya.
Terkait pembebasan lahan di kawasan Tikungan Padi, Kelurahan Dusun Prabumulih, dijelaskan bahwa DPRD sangat mendukung pemerintah kota. Sebagaimana telah diatur juga dalam PP No 19 tahun 2001 yang mengatur pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Tentunya hal ini perlu adanya pembahasan-pembahasan baik soal harga dan lain-lain.
Hal itu dapat dilaksanakan setelah semua persyaratan dilakukan dan dilengkapi yakni dengan berpedoman kajian KJPP yang ada. “Nah sampai batas waktu akhir, kajian KJPP ini yakni tanggal 28 September itu baru disampaikan oleh kepala daerah, itupun harganya tidak sesuai dengan harga yang disepakati oleh warga pemilik lahan yang akan dibebaskan,” terang Dipe Anom.
Dengan harga yang belum disepakati itu, pihaknya meminta agar pemkot melakukan negosiasi lagi dengan pemilik lahan. Dalam hal ini berdasarkan kajian KJPP Pemerintah kota memiliki anggaran sekitar Rp3,3 juta per meter di luar biaya tanam tumbuh dan bangunan. Sedangkan masyarakat meminta harga di atas Rp5 juta per meter, sehingga belum tercapai kesepakatan dan pemerintah melakukan perubahan lagi.
“Bukan kami tidak menyetujui, tetapi kemampuan keuangan daerah juga harus diperhitungkan, serta sisa waktu dua hari yang dipunya tentu tidak memungkinkan lagi, harus ada pertemuan khusus antara pemerintah dan masyarakat pemilik lahan terkait nominal harga ganti rugi lahan mereka, yang kira kira sesuai dan tidak dinilai memperkaya diri sendiri sebab ada pasalnya yang melarang hal ini. (and)