JAKARTA, KORANRADAR.ID - Bank Indonesia (BI) mengatakan Central Counterparty untuk Pasar Uang dan Valuta Asing (CCP PUVA), sebagai lembaga yang menjalankan kliring dan pembaruan utang (novasi) bagi transaksi anggotanya, mulai beroperasi hari ini.
“Hari ini secara resmi dan beroperasi central counterparty khusus derivatif suku bunga dan nilai tukar secara close-out netting, dan untuk itu tentu saja ini adalah suatu legacy,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara peluncuran CCP tersebut di Jakarta, Senin. Dalam melakukan novasi, CCP menempatkan dirinya di antara para pihak yang melakukan transaksi guna memitigasi risiko kredit lawan transaksinya, risiko likuiditas, dan risiko pasar terhadap pergerakan harga di pasar sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mendorong peningkatan transaksi di pasar. “Kemampuan CCP SBNT secara bisnis delapan bank dan KPEI ini adalah bagaimana untuk mengukur risiko para anggotanya dan kemampuan metode model bisnis dan segala macam juga sudah dirumuskan,” ujarnya. Perry menuturkan 80 persen kepemilikan CCP PUVA atau Central Counterparty derivatif suku bunga dan nilai tukar (CCP SBNT) dipunyai oleh delapan bank yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata, dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Sedangkan 20 persen penyertaan modal pada CCP SBNT dimiliki oleh BI. Selanjutnya, KPEI mendapat mandat untuk memperluas lingkup layanan dan jasanya sebagai CCP tersebut. “Sebagai regulator kami komitmen 20 persen ini layaknya adalah menjadi support motivasi bagi industri yang akan terus berkembang. Kami tidak ada niatan untuk mencampuri untuk ikut serta dalam manajemen bisnisnya,” tuturnya. Pengembangan CCP sebagai infrastruktur pasar keuangan (IPK) di Indonesia merupakan pemenuhan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025, serta komitmen G20 OTC Derivatives Market Reform. Pembentukan CCP juga merupakan bagian dari implementasi Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan yang dirumuskan melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menuturkan pembentukan CCP di Indonesia merupakan salah satu elemen kunci dalam reformasi pasar derivatif yang tidak hanya meningkatkan stabilitas sistem keuangan, menurunkan counterparty risk tetapi juga membawa transparansi dan efisiensi lebih besar dalam pasar over-the-counter (OTC) derivative. “Keberadaan CCP akan memberikan manfaat bagi industri jasa keuangan di Indonesia terutama dalam memitigasi risiko kredit pihak lawan serta meningkatkan efisiensi dalam proses kliring dan penyelesaian transaksi derivatif,” ujarnya. Dengan beroperasinya CCP, lanjut Mahendra, pasar derivatif di Indonesia akan menjadi lebih teratur, stabil dan kredibel di mata investor global. Sebagai regulator, OJK senantiasa memberikan dukungan penuh terhadap implementasi agenda G20 over-the-counter derivative market reform termasuk dalam proses pembentukan dan persiapan operasionalisasi CCP tersebut. “Pembentukan CCP di KPEI ini dilakukan atas konsorsium dan kerja sama yang baik antara berbagai pihak, utamanya Bank Indonesia, kementerian dan lembaga terkait, OJK, dan industri keuangan. Hal ini bertujuan memastikan kebermanfaatan CCP bagi pengembangan pasar uang dan valuta asing serta operasionalisasi yang berkelanjutan,” ujarnya. Sebagai informasi, CCP merupakan infrastruktur pasar keuangan yang menjalankan fungsi kliring sentral dalam transaksi pasar uang dan pasar valuta asing (PUVA) dengan sekaligus menempatkan posisi sebagai penjamin di antara para pihak yang melakukan transaksi. Tujuannya adalah memitigasi risiko kegagalan transaksi antarpihak (counterparty risk), risiko likuiditas (liquidity risk), dan risiko karena volatilitas harga pasar (market risk). (sep)
Kategori :