PALEMBANG, KORANRADAR.ID – Pulang ke Palembang sebagai pengangguran setelah mendulang kesuksesan di Kota Kembang Bandung bukanlah suatu hal yang mudah bagi Masagus Mohammad Isnaini F atau biasa disapa Cek Evad ini.
Ketua DPD Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) Sumsel ini harus berlapang dada untuk memulai usaha dari nol kembali ditemani istri tercinta.
Apalagi, selama di Bandung, Cek Evad sudah meraup pundi-pundi Rupiah dari sejak masih kuliah di Teknik Sipil Universitas Parahyangan Bandung sebagai Branch Manager di salah satu asuransi jiwa.
Setelah selesai kuliah dilanjutkan dengan menggeluti dunia konstruksi di perusahaan asing hingga mencapai jabatan Direktur Marketing di salah satu perusahaan kontraktor.
“Aku baru mutusin balik ke Palembang itu pada tahun 1998, dampak dari Krisis Moneter. Dampak terhebat adalah pada saat anak kedua aku baru lahir, tahun 1997, semua harga melejit tinggi, terutama susu Formula bayi. Tapi aku masih tetap bertahan, belum mau balik,” kisahnya.
Tetap bertahan di Bandung, ia melakukan berbagai usaha bisnis, salah satunya berdagang.
“Kerjaan aku itu berputar aja. Dari Palembang aku bawa songket lalu jual dapat duit. Dapat duit aku beli sepatu, garmen terus ke Mangga Dua Jakarta, belanja tas dan lainnya di sana terus jual di Palembang,” ceritanya.
Bahkan, pria dua anak ini pernah berjualan baju bekas (BJ) yang ia tawarkan ke kantor-kantor di Jakarta setiap bulannya (tanggal 25) dengan keuntungan berkali-kali lipat sampai mendapatkan pelanggan tetap.
Atas permintaan keluarga besar dan demi perkembangan anak, akhirnya ia memutuskan pulang ke Bumi Sriwijaya meski ia mengaku sangat menyukai Kota Bandung.
Tidak ingin lama menganggur, Putra dari dr. H. Mgs. Zainal Arifin, DTM&H (alm) dan dr. Hj. Fatimah, Sp.A(K) ini memutuskan memulai dari awal dan bekerja sebagai pengawas lapangan di salah satu perusahaan kontraktor lokal yang ada di Palembang.
Tak lama berselang, ia pun mendengar Bappeda Sumsel buka lowongan pekerjaan dan ia mencoba mengadu nasib melamar pekerjaan di sana dan diterima sebagai tenaga honor.
"Namun kehendak Allah, akhirnya aku terjun ke dunia Dekor, Event Organizer dan Wedding Organizer. Semua gara-gara bunga melati,” ucapnya.
Bunga melati meninggalkan bekas yang cukup mendalam di benak Cek Evad, di mana ia pernah tertipu dengan harga jual melati yang cukup tinggi yang ditawarkan kepada dirinya pada saat akan melangsungkan pernikahan pada tahun 1994 silam.
“Kebetulan, mertua buka usaha kolam ikan dan kebun pada tahun 1995. Mengingat tingginya harga melati saat menikah, aku ikut berkontribusi bunga melati di kebun itu, meskipun saat itu kami masih domisili di Bandung,” terangnya.
Setelah pulang ke Palembang, kebun melati sudah makin berkembang dan produksi setiap hari.