JAKARTA, KORANRADAR.ID - Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (ITSK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi mengatakan, peningkatan literasi keuangan digital bagi masyarakat dapat mendorong perekonomian Indonesia.
“Di sinilah pentingnya literasi keuangan digital yang berperan sebagai fondasi dalam membangun Indonesia produktif harus terus ditingkatkan, karena tanpa pemahaman yang memadai, transformasi digital yang seharusnya dimaksudkan untuk mempermudah justru dapat menimbulkan tantangan baru,” kata Hasan di Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan perkembangan transformasi digital khususnya layanan keuangan berbasis teknologi terus berkembang pesat dan harus berkontribusi positif terhadap ekonomi sehingga diperlukan peningkatan literasi keuangan digital sebagai fondasi dalam membangun Indonesia yang lebih produktif.
Dalam meningkatkan inovasi dan literasi keuangan digital yang mendukung Indonesia produktif, OJK telah mengeluarkan beberapa inisiatif untuk meningkatkan keterampilan digital bagi seluruh lini masyarakat.
Inisiatif tersebut antara lain menyusun dan mensosialisasikan modul terkait inisiatif literasi keuangan digital bagi masyarakat, meningkatkan jumlah inovasi di sektor keuangan, dan memfasilitasi konsultasi terkait dengan pengembangan industri ITSK.
Berdasarkan survei Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK pada 2024, indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia baru mencapai 65 persen dan 75 persen.
Menurut Hasan, itu berarti meskipun akses terhadap layanan keuangan semakin luas, pemahaman masyarakat terhadap risiko dan manfaatnya termasuk penggunaannya melalui media digital masih terbatas.
Salah satu langkah yang tepat dalam meningkatkan literasi keuangan digital adalah dengan memastikan karakteristik produk dan layanan keuangan digital yang dibutuhkan, serta memastikan produk dan layanan keuangan digital tersebut memiliki izin dari otoritas yang berwenang dan keuntungan atau manfaat yang ditawarkan masuk akal tanpa ada indikasi penipuan atau legal dan logis (2L).
Hasan berpesan agar dalam memilih produk dan layanan keuangan digital, masyarakat atau mahasiswa harus memahami profil dan kebutuhan diri sendiri dan menghindari YOLO, FOMO dan FOPO dalam memilih produk dan layanan keuangan agar tetap produktif.
“Teman-teman harus menghindari YOLO atau You Only Live Once dimana apabila prinsip ini diterapkan maka dapat membuat kita menghabiskan uang tanpa berpikir masa depan, FOMO atau Fear of Missing Out dimana teman-teman mahasiswa memilih produk dan layanan keuangan digital hanya karena takut tidak sesuai dengan tren, dan cenderung tidak sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya.
Jika FOPO atau Fear of Public Opinion diterapkan, maka seseorang memilih suatu produk dan layanan keuangan digital hanya karena takut mendapatkan kritik negatif dari teman atau keluarga.Hal itu harus dihindari. Sebaliknya, pemilihan produk dan layanan keuangan harus benar-benar dilakukan dengan bijak dan memahami manfaatnya agar tetap produktif.
OJK berkomitmen untuk terus mendorong literasi keuangan digital di kalangan masyarakat, sekaligus memastikan bahwa inovasi teknologi di sektor keuangan berjalan dengan aman dan bermanfaat bagi semua pihak baik lembaga jasa keuangan maupun masyarakat luas. (ant)