Problematika Struktural
Problematika struktural industri Kopi Sumsel meliputi aspek hilirisasi. Hilirisasi adalah proses atau strategi untuk meningkatkan nilai tambah suatu komoditas. Bentuk konkret hilirasi antara lain memperbanyak infrastruktur pengolahan pasca panen untuk menghasilkan added value yang lebih banyak.
Hilirisasi mendorong terbentuknya ekosistem lokal yang terintegrasi sehingga dapat mengurangi distribusi biji kopi ke luar daerah, mengembangkan teknologi dan keterampilan, serta menciptakan bisnis turunan seperti coffee shop, thematic event, tourism integration, dan lain sebagainya. Hilirisasi juga meningkatkan prospek investasi baik langsung maupun tidak langsung.
Sejauh ini, infrastruktur hilirisasi industri Kopi Sumsel masih belum memadai, sehingga tidak dapat mengimbangi produksi biji Kopi Sumsel yang terbesar secara nasional. Kurangnya infrastruktur hilirisasi mengakibatkan terjadinya distribusi biji kopi ke luar daerah (misalnya Lampung) untuk pengolahan pasca panen dan aktivitas ekspor mancanegara.
Problematika kedua yaitu belum optimalnya infrastruktur yang ada untuk memobilisasi rantai distribusi komoditas ke entitas pembeli (end buyer) dalam skala besar. Infrastruktur pelabuhan eksisting seperti Pelabuhahan Boom Baru dan Pelabuhan Tanjung Api-api belum memiliki daya tampung yang memadai untuk mendukung aktivitas ekspor mancanegara. Infrastruktur pelabuhan yang memadai sangat penting untuk menurunkan distribution cost dan mengurangi kecenderungan distribusi ke luar daerah (misalnya Lampung) untuk kepentingan ekspor.
Strategi Mem-branding Kopi Sriwijaya sebagai Kopi Terbaik Nusantara.
Komoditas kopi memiliki sejarah yang sangat panjang di wilayah eks kerajaan Sriwijaya. Kopi Sriwijaya telah menjadi komoditas unggulan sejak zaman kolonial sampai dengan saat ini. Berdasarkan riset Syifa Nuri Khairunnisa, Yuharrani Aisyah (2020) yang dimuat dalam kompas.com, Belanda pertama kali membawa masuk benih kopi arabika untuk ditanam di berbagai daerah nusantara termasuk Sumsel pada tahun 1696, kemudian melakukan perluasan penanaman secara besar-besaran dengan sistem tanam paksa (cultuurstelsel).
Beberapa local brand Kopi Sumsel seperti Kopi Semendo, Kopi Dempo, dan Kopi Lintang sejatinya berpotensi untuk dikembangkan menjadi market leader kopi nusantara karena faktor citarasa dan sejarah masa lalu. Agar berbagai merek lokal tersebut memperoleh daya ungkit yang lebih besar lagi, diperlukan repositioning and rebranding menjadi satu kesatuan kopi asal Sumsel. Penulis mengusulkan menjadi “Kopi Sriwijaya”. Penamaan Kopi Sriwijaya ini, selain dapat mendongkrak reputasi kopi asal Sumsel karena mudah dikenal dan diingat, juga merepresentasikan kejayaan wilayah Sumsel sebagai penghasil kopi terbesar secara nasional hingga saat ini.
Mem-branding kopi-kopi lokal menjadi Kopi Sriwijaya dapat menggunakan strategi Unique Selling Point (USP), bahwa Kopi Sriwijaya memiliki karakteristik keunikan dan kekhasan yang membuatnya menonjol dan berbeda dibandingkan kopi-kopi khas nusantara lainnya. Kekhasan Kopi Sriwijaya dapat dicantumkan pada kemasan atau produk jualannya, seperti Keunikan Rasa. Rasa khas yang kaya dengan aroma yang fruity dan keasaman yang seimbang. Kondisi geografis dan iklim di Sumatera Selatan memberikan cita rasa tersendiri pada biji kopi. Kopi Dempo/Pagaralam sebagai sub jenis Kopi Sriwijaya bahkan telah diakui cita rasa uniknya dalam ajang kontes kopi dunia AVPA (Agency for the Valorization of the Agricultural Products) Gourmet Product tahun 2020 di Paris, Perancis. Kualitas Biji. Varietas arabika dan robusta yang ditanam di Sumatera Selatan memiliki kualitas tinggi, dengan biji yang besar dan padat. Sejarah dan Tradisi. Sejak zaman kolonial, kopi produksi Sumsel telah diakui kualitas premium. Brand Kopi Sriwijaya sangat potensial untuk dikenal di kancah perkopian internasional sehingga semakin memperkuat reputasinya sebagai kopi premium terbaik.
Upaya Mengembalikan Kejayaan Kopi Sriwijaya
Penulis berkeyakinan bahwa upaya mengembalikan kejayaan Kopi Sriwijaya perlu komitmen dan dukungan lintas sektor baik Pemerintah, swasta, pelaku industri, pegiat dan petani kopi untuk bersama-sama menghasilkan rencana aksi yang terukur, sistematis, dan berdampak nyata. Pemprov Sumsel melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dapat menjadi focal point dalam menggerakkan, mengarahkan, dan mengonsolidasikan potensi/sumber daya industri perkopian Sumsel. Oleh karena itu, Penulis mengusulkan 5 rencana aksi untuk mengembalikan kejayaan Kopi Sriwijaya, yaitu:
Peningkatan Kualitas Produksi
Teknik budidaya modern dengan mengadopsi teknologi ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik, pengendalian hama terpadu, dan teknik pemanenan kopi yang tepat. Memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani kopi mengenai praktik pertanian yang baik (Good Agricultural Practices, GAP) untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen.
Pengembangan Infrastruktur dan Teknologi.
Perbaikan fasilitas pengolahan kopi seperti pabrik penggilingan, pengeringan, dan fermentasi untuk memastikan kualitas biji kopi tetap terjaga. Penerapan teknologi pertanian terbaru seperti sensor tanah, sistem irigasi otomatis, dan penggunaan drone untuk monitoring lahan.
Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan bagi Petani Kopi