PALEMBANG, KORANRADAR.ID - Saat ini Tatung di Indonesia jumlahnya tak begitu banyak lagi karena selain tak banyak orang yang mau jadi tatung para tatung yang senior pun terkadang tidak mewariskan ilmunya kepada generasi penerusnya. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Persatuan Seluruh Tatung Indonesia (PTSI) Suhu Steven Hou di kantornya di jalan Patal Pusri Palembang, kemarin.
Menurut Steven, untuk Tatung saat ini terbanyak didaerah Kalimantan tepatnya didaerah Singkawang karena tiap tahun rutin digelar Festival Cap Go Meh yang puncaknya menonjolkan kehebatan ratusan Tatung. “Di Sumatera khususnya Sumsel dan Palembang ada juga Tatung cuma nggak begitu banyak mungkin hanya puluhan karena Tatung di gunakan hanya pada saat HUT dewa di berbagai kelenteng,” katanya.
Steven juga menjelaskan tentang kata tatung berasal dari dialek Hakka. Secara harafiah, ‘Ta’ berarti tepuk atau pukul dan ‘Tung’ berasal dari kata Thungkie atau orangnya. Sementara itu, pengertian tatung yang digunakan mengacu dari bahasa Mandarin, Tiao Tong. ‘Tiao’ berarti lompat dan ‘Tong’ berasal dari kata Tong Ji yang diartikan sebagai anak-anak ilahi. Inilah yang menjadi dasar mengapa tatung dikenal sebagai manusia yang dimasuki roh dewa atau leluhur.
“Kalau kita katakan tatung itu seperti apa. Ya, tatung itu manusia biasa yang dirasuki roh,” ujarnya.
Saat tatung mulai beraksi, tubuh mereka akan ‘dipinjam’ oleh dewa atau leluhur untuk dijadikan sebagai alat komunikasi atau perantara dengan masyarakat di sekitarnya. Sorot matanya akan berubah menjadi kosong.
Orang-orang ini akan jadi jauh berbeda. Raut wajahnya akan mengeras. Beberapa di antaranya bahkan mesti ditandu, tak boleh sembarangan berjalan kaki di jalanan.
Kehadiran tatung dalam perayaan HUT dewa di kelenteng –kelenteng yang ada di kota Palembang menjadi sebuah elemen penting. “Penggunaan Tatung banyak untuk digunakan untuk pengobatan, menangkal gangguan, mengusir roh-roh jahat dan peniadaan kesialan,” tuturnya.
Roh dari khayangan yang diundang untuk bersemayam dalam raga tatung itu sangat beragam. Kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh penting, para pahlawan, dan orang-orang hebat. Baik dari legenda Tiongkok seperti panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran, dan orang suci, hingga orang-orang pintar dalam suku Tionghoa.
Tatung, Ada Berguru dan Keturunan
Steven menambahkan, tidak semua orang bisa menjadi tatung. Ada yang memang berguru dan ada pula yang diturunkan. Ia sendiri menjadi tatung karena pertalian darah.
Pada Radar Palembang, ia mengaku bahwa sebelum menjadi tatung, ia tidak pernah percaya akan kemampuan-kemampuan di luar nalar manusia. Oleh sebab itu, ketika ia mendapat kemampuan tak serta merta ia menerima. “ Meski begitu saat mendapatkannya saya langsung belajar dengan ahlinya hingga bertahun tahun,” ucapnya.
Menurut Steven, belajar Tatung jika tidak dengan ahlinya bisa berbahaya karena bias sakit atau jika rohnya aslinya tidak kembali bisa gila. “Ini yang perlu diperhatikan secara serius,” ucapnya.
Steven juga mengatakan sebelum seseorang menjadi tatung biasanya seminggu sebelumnya harus kondisi tubuh harus bersih dan biasanya puasa mutih, makan vegetarian, tidak boleh dulu berhubungan dengan istri dan melakukan berbagai ritual. “Jika semua ini di jalani dijamin proses menjadi Tatung lancar tapi jika dilanggar biasanya akan mengalami berbagai kendala,” katanya.
Sebagai tatung, Steven punya banyak kemampuan. Beberapa di antaranya adalah mengobati orang sakit dan meramal. Menurut pengakuannya, ia selalu berusaha memanfaatkan kemampuannya itu untuk hal-hal yang bertujuan baik. “Intinya untuk kebaikan orang,” ucapnya.
Steven juga mengatakan, setelah puluhan tahun belajar Tatung kini sudah puluhan orang belajar Tatung kepadanya. “Jika memang yang mau belajar pilihan dewa atau leluhur maka saya akan ajarin cara menjadi tatung,” jelasnya. (sep)