Bukti Bakti ke Orangtua dan Leluhur, Berdana ke Sangha Untuk Leluhur yang Meninggal
Pembina PBS, Sukartek didampingi Joni Abun, PJ Ketua Majelis Budhayana Indonesia (MBI) Sumsel, Romo Sujarwo (ketua PBS), Nelly Chandra (Wakil Ketua WBI Sumsel) dan panitia Ulambana di PBS saat diwawancarai--
PALEMBANG, KORANRADAR.ID - Momen hari ulambana yang dilaksanakan setiap bulan ketujuh tahun lunar, ratusan umat Buddha khususnya di Pusdiklat Budhayana Sriwijaya (PBS), sejak pukul 10.00 wib menggelar semabhyang dan ritual pelimpahan jasa untuk keluarga dan leluhur yang telah meninggal dunia. Di sisi lain, ulambana juga sebagai pertanda dari para bhiksu menyelesaikan masa vasa setelah sebelumnya selama satu bulan lalui dengan bermeditasi dan juga mengamalkan ajaran dharma tersebut.
Dimana di PBS sendiri, pelaksanaan sendiri diawali dengan menggelar sembahyang jua membaca varita dan sutera tersebut. Sudah itu, dengan dipimpin bhiksu Sangha Agung Indonesia (Sagin) melakukan pembacaan doa dan mantera untuk melimpahkan jasa dan amal baik ke para leluhur dan keluarga yang sebelumnya telah meninggal dunia. Di samping itu, bulan ketujuh tahun lunar juga menurut sebagian masyarakat merupakan salahsatu bulan terbaik dan mengamalkan dan berbuat kebajikan.
" Bagi sebagian masyarakat menganggap bulan ketujuh setiap tahun lunar, dipercaya sebagai bulan kurang baik atau bulan para hantu. Akan tetapi, sebaliknya bagi semua umat Buddha, malah kebalikannya. Dimana kita menganggap bulan ini merupakan satu bulan terbaik untul berbuat baik. Yang mana di bulan tersebut, semua amal dan karma baik dari umat tadi, akan dilimpahkan pada pra leluhur sekaligus penanda berakhirnya masa vasa dari para bhiksu tersebut," ujar Pembina PBS, Sukartek yang dibincangi awak media di sela-sela kegiatan, Minggu (4/8).
Bukan hanya itu, dalam proses pelimpahan jasa dan persembahyangan sendiri, terang Sukartek, pihaknya menyiapkan sebanyak 300 nama untuk masyarakat umum serta 72 meja untuk umat yang ingin keluarganya tersebut didoakan sekaligus umat tersebut turut memanjatkan doa dan semabhyang ke Tuhan tersebut.
Tidak hanya itu saja, nantinya umat dapat memberikan persembahan dana tersebut ke para Sangha dengan tujuan membrrikan karma baik yang nantinya diharapkan dapat mengangkat keluarga dan leluhurnya yang telah meninggal dan berada di alam bawah untuk naik ke alam atas. Begitupun juga, hal ini terkait erat dengan kelahiran yang pada awalnya berada di alam penderitaan dapat kembali terlahir di alam manusia.
" Semua rangkaian kegiatan tersebut, salah satu bagian dari bakti anak terhadap kedua oramgtua, kerabat dan leluhur yang sudah meninggal. Sehingga dengan amalannya itu bisa membantu mereka yang meninggal ini bisa naik ke alam bahagia ataupun jua bisa bisa terlahir di alam manusia. Termasuk jua sangha dana, umat berderma dana kepada para Sangha, dengan tujuan bukti bakti kita ke Sangha yang telah memberikan amalan dan ilmu maupun ajaran Buddha tersebut," ulasnya.
Joni Abun, PJ Ketua Majelis Budhayana Indonesia (MBI) Sumsel mengungkapkan, pelaksanaan ulambana sendiri berlangsung sejak ribuan tahun lalu dan pertama kalinya dilaksanakan Moggalana yang merupakan salahsatu murid utama dari Buddha. Yang mana, di saat itu ketika dirinya bermeditasi dirinya melihat ibunya terlahir kembali pada alam bawah. Melihat kondisi tersebut serta sebagai bukti bakti ke ibunya tersebut, lalu dia bermaksud menolongnya dengan terus membaca sutera dan varita. Akan tetapi di kala itu belum bisa membantunya.
" Setelah mendapati hal tersebut, kemudian berkomunikasi pada Buddha dan akhirnya bisa dibantu naik ke dunia atas, caranya itu tadi memberikan persembahan dana. Sejak saat itu, dikenal dengan sangga dana yang sekaligus juga bagian dari ulambana. Ulambana sendiri merupakan hati pertama setelah sebulan penuh para bhiksu ataupun Sangha melaksanakan masa vasa dengan melakukan meditasi dan membaca varita dan sutera," pungkasnya diamini pengurus PBS dan panitia Ulambana di PBS.