Film “Tunggu Tubang” Hadirkan Nostalgia Layar Tancap dan Pesan Pelestarian Adat di Semende

Layar Tancap, nostalgia masyarakat Desa Kota Agung Kabupaten Muara Enim, Pemutaran film Mother Earth: Tunggu Tubang Tak Akan Tumbang.--

MUARA ENIM, KORANRADAR.ID – Malam di Semende terasa istimewa. Suara tawa dan riuh tepuk tangan warga Desa Kota Agung, Palak Tanah, dan Muara Tenang memecah udara sejuk pegunungan saat layar putih terbentang di lapangan desa. Mereka berkumpul untuk menyaksikan pemutaran film “Mother Earth: Tunggu Tubang Tak Akan Tumbang, Kedaulatan Pangan Berkelanjutan”, sebuah karya dari Komunitas Ghompok Kolektif yang mengangkat kearifan lokal masyarakat Semende.

Film berdurasi satu jam itu ditayangkan dengan konsep layar tancap, menghadirkan nostalgia bagi masyarakat yang telah lama tak merasakan hiburan rakyat semacam ini. Acara turut dihadiri para tokoh adat, tokoh masyarakat, dan generasi muda yang antusias menyaksikan kisah tentang budaya "Tunggu Tubang" sistem adat warisan turun-temurun hingga 15 generasi.

Dalam tradisi Semende, "Tunggu Tubang" adalah anak perempuan pertama dalam keluarga yang bertanggung jawab menjaga rumah dan sawah warisan agar tidak diperjualbelikan. Sistem ini menjaga keberlanjutan pangan dan memperkuat ikatan sosial masyarakat, sekaligus menjadi simbol penghormatan terhadap perempuan dalam adat Semende.

Eliana (46), warga Desa Kota Agung yang juga seorang Tunggu Tubang, mengaku haru melihat adatnya diangkat di layar lebar.

“Dulu sering ada layar tancap, tapi kali ini berbeda karena yang ditayangkan adalah kisah kami sendiri. Rasanya luar biasa, seolah kami kembali memaknai adat yang hidup sejak zaman puyang (nenek moyang),” ungkapnya.

Sementara bagi generasi muda, seperti Siska Damaiyanti (24) dari Desa Palak Tanah, pemutaran film ini membawa pengalaman baru yang sarat nilai.

“Film ini membuka mata kami, generasi muda desa, untuk mencintai dan melestarikan adat kami sendiri,” ujarnya.

Sutradara sekaligus Ketua Ghompok Kolektif, Muhammad Tohir, menjelaskan bahwa film ini memang dibuat untuk masyarakat Semende agar mereka bisa menikmati sekaligus merefleksikan nilai-nilai adat yang telah menjadi bagian hidup mereka.

“Kami ingin film ini bisa diakses langsung oleh masyarakat melalui konsep layar tancap, agar mereka bernostalgia sekaligus memahami kembali makna adat yang mereka jalani sehari-hari,” jelas Tohir.

Film yang didukung Kementerian Kebudayaan melalui Dana Indonesiana dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ini sebelumnya telah diputar di Universitas Islam Negeri Raden Fatah (UIN RF) Palembang bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan dalam agenda diseminasi kebudayaan.

Camat Semende Darat Tengah, Zulfikar, turut memberikan apresiasi atas inisiatif pemutaran film tersebut.

“Selain menjadi ajang nostalgia, kegiatan ini juga mengenalkan kembali tradisi layar tancap dan adat Tunggu Tubang kepada generasi muda. Ini langkah baik untuk menjaga budaya agar tidak hilang ditelan zaman,” ujarnya.

Dengan cahaya layar tancap yang menari di malam Semende, film "Tunggu Tubang" bukan hanya hiburan tetapi juga cermin jati diri dan semangat masyarakat menjaga akar budaya mereka agar tak tumbang oleh waktu.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan