Warga Banjarsari Ancam Gelar Aksi ke Istana Presiden

Konflik lahan antara ratusan warga Desa Banjarsari, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, dengan perusahaan tambang batu bara PT Bumi Gema Gempita (PT BGG) kembali memanas.--

SENGKETA LAHAN TAK KUNJUNG USAI

LAHAT, KORANRADAR.ID – Konflik lahan antara ratusan warga Desa Banjarsari, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, dengan perusahaan tambang batu bara PT Bumi Gema Gempita (PT BGG) kembali memanas. Warga menuntut kejelasan hak atas tanah yang diduga telah ditambang tanpa ganti rugi, dan mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa hingga ke Istana Presiden jika tak ada penyelesaian.

Pertemuan mediasi yang digelar di ruang Offroom Pemkab Lahat pada Rabu (11/6/2025) masih belum membuahkan titik temu. Dalam forum tersebut, hadir Wakil Bupati Lahat Widia Ningsih, jajaran kepala dinas terkait, perwakilan PT BGG, serta ratusan warga Banjarsari.

Kepala Desa Banjarsari, Aldi, menegaskan bahwa sejak awal PT BGG masuk, persoalan lahan warga tidak pernah tuntas. Bahkan warga sudah berulang kali bersurat ke instansi terkait, namun tak kunjung mendapat kepastian hukum.

“Warga kami sudah menduduki lahan selama tiga hari tiga malam. Kami hanya ingin kepastian, apakah lahan kami masuk dalam wilayah IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT BGG atau tidak. Kalau masuk, segera lakukan pembayaran ganti rugi,” ujar Aldi.

Dalam forum itu, perwakilan Dinas ESDM Provinsi Sumsel, Juansyah, menyebut bahwa dalam SK IUP PT BGG tahun 2008 seluas 1.800 hektare, tidak tercantum nama Desa Banjarsari. IUP tersebut hanya meliputi Desa Muara Lawai, Tanjung Jambu, Prabu Menang, dan Gedung Agung.

Namun warga membantah. Salah satu tokoh masyarakat, Miguansyah, menunjukkan data bahwa sejak tahun 2008 PT BGG sudah mengeksplorasi wilayah Banjarsari, bahkan proses pembebasan lahan disebut-sebut dimulai sejak 2010.

“Kalau memang tidak masuk wilayah Banjarsari, kenapa bisa ada aktivitas penambangan di atas tanah kami? Kami punya bukti dari tahun 1995, saat PT BA pertama kali menambang di wilayah ini,” tegasnya.

Wakil Bupati Lahat, Widia Ningsih, menyampaikan keprihatinannya atas konflik yang berkepanjangan. Ia menegaskan bahwa Pemkab Lahat akan memprioritaskan penyelesaian berdasarkan hukum dan keadilan.

“Kalau perusahaan tidak bisa menyelesaikan persoalan lahan dan tidak memberi kesejahteraan bagi masyarakat sekitar tambang, kami akan pertimbangkan mencabut IUP-nya. Negara harus hadir untuk rakyat, ini amanat Pasal 33 UUD 1945,” tegas Widia.

Ia juga meminta PT BGG untuk serius menyelesaikan konflik ini secara terbuka dan adil. “Jika warga memiliki sertifikat sah, maka lahan itu harus dibayar sesuai hukum. (man)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan