Alasan Bitcoin Bisa Tembus US$200.000 di Siklus Ini

BITCOIN--
KORANRADAR.ID - Bitcoin (BTC) belum lama ini menorehkan rekor harga all-time high (ATH) anyar. Namun, mengacu pada beberapa indikator on-chain, ini belum menandai puncak dari siklus bullish kali ini.Menurut 4 indikator on-chain yang disajikan oleh Lookonchain, BTC diproyeksikan bisa menembus level US$200.000 di siklus ini.
US$200.000 Berpotensi Jadi Puncak BTC Musim Ini
Pertama, target US$200.000 diprediki berdasarkan versi 2023 dari Rainbow Chart. Alat valuasi jangka panjang ini memanfaatkan kurva pertumbuhan logaritmik untuk memetakan arah harga masa depan BTC. Apabila proyeksi ini akurat, maka Bitcoin baru menempuh setengah jalan dalam siklusnya kali ini.
Kedua, Relative Strength Index (RSI) Bitcoin berada di angka 71,35. BTC dianggap berada di zona overbought (jenuh beli) saat indikator ini melewati angka 70 dan kemungkinan akan terkoreksi. Sebaliknya, ketika RSI di bawah 30, BTC dinilai oversold (jenuh jual) dan bisa segera naik.
Dengan posisi saat ini, Bitcoin berada di zona “overbought” ringan namun masih punya ruang untuk tumbuh jika dibandingkan dengan puncak historis sebelumnya. BTC biasanya menyentuh puncaknya ketika RSI menembus angka 90.
BACA JUGA:MetaMask Kini Dukung Blockchain Solana
Ketiga, Heatmap Moving Average (MA) 200-minggu kini berada di zona biru. Ini menandakan bahwa harga belum mencapai puncaknya, sehingga bisa menjadi waktu yang tepat untuk HODL atau bahkan menambah posisi.
Terakhir, 2-Year MA Multiplier membeberkan harga BTC saat ini masih berada di antara garis merah dan hijau. Selama harga belum menyentuh garis merah, pasar dinilai belum memasuki fase puncak.
Bitcoin Masih Punya Potensi TumbuH
Di luar indikator teknikal yang sudah disebutkan di atas, sejumlah data on-chain lain turut memperkuat pandangan bahwa Bitcoin masih menyimpan potensi pertumbuhan.
BACA JUGA:Grayscale Luncurkan Sektor Kripto Baru Berbasis AI, Libatkan 20 Altcoin
Menurut CryptoQuant, investor ritel masih cenderung menunggu di pinggir lapangan. Volume perdagangan Bitcoin saat ini tercatat lebih rendah dibanding rata-rata satu tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa pasar belum memasuki fase “FOMO” (Fear of Missing Out)—fase yang kerap menjadi penanda harga telah menyentuh pucuk.
Selain itu, seorang analis on-chain Bitcoin dari CryptoQuant menjelaskan bahwa ketika harga BTC terkoreksi hingga di bawah US$111.000 dan US$109.000, para holder jangka pendek yang menggunakan leverage berlebihan terpaksa terlikuidasi.Di sisi lain, para holder jangka panjang (LTH) memanfaatkan penurunan harga tersebut untuk menambah kepemilikan Bitcoin mereka.
Situasi ini menyebabkan realized capitalization milik holder jangka panjang melonjak melewati US$28 miliar—angka yang belum pernah terlihat lagi sejak April. Realized cap sendiri berfungsi mengukur nilai setiap Bitcoin berdasarkan saat terakhir koin tersebut berpindah, bukan dari harga pasar saat ini.