JAKARTA, KORAN RADAR. ID - Terdapat 12 bank perekonomian rakyat (BPR) yang telah bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena fraud. Namun, tak hanya berkutat kepada kebangkrutan, terdapat tantangan lain yang menghinggapi industri BPR.
Sepanjang 2024 berjalan, memang telah terdapat 12 BPR yang bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh OJK. Terbaru, PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) bangkrut dan dicabut izinnya oleh OJK mengacu Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-42/D.03/2024 tanggal 21 Mei 2024.
Sementara, pada tahun lalu, terdapat empat bank bangkrut di Indonesia. Apabila ditarik sejak 2005, maka total ada 134 bank bangkrut di Tanah Air.
Deretan bank yang bangkrut tersebut utamanya terjadi karena penyalahgunaan kewenangan atau fraud. Di tengah maraknya BPR yang bangkrut, terdapat tantangan lain yang dihadapi industri BPR tahun ini. Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah mengatakan hal yang menjadi fokus bagi Industri BPR saat ini adalah memperbaiki kualitas kredit.
"Ini karena nilai rasio NPL [kredit bermasalah/nonperforming loan] cenderung mengalami kenaikan, sejalan dengan berakhirnya masa relaksasi kredit," kata Tedy pada Sabtu (22/6/2024).
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, rasio kredit bermasalah termasuk kredit macet BPR membengkak menjadi 10,7% per Maret 2024.
Pada periode yang sama tahun sebelumnya atau Maret 2023, NPL BPR masih di level 8,51%.
NPL BPR juga telah merangkak secara perlahan pada tahun ini, di mana pada Januari 2024 dan Februari 2024 masing-masing berada di level 10,25% dan 10,55%.
"Nilai [NPL] saat ini memang jauh di atas ambang batas yang telah ditetapkan oleh regulator, sehingga perlu upaya bersama dari seluruh pelaku industri untuk terus memperbaiki kinerjanya, baik dari sisi hulu maupun hilir dari penyaluran kredit," ujar Tedy.
Tantangan Industri BPR lainnya ada pada sisi internal, yaitu masih ada beberapa BPR yang saat ini belum bisa memenuhi ketentuan modal inti sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) yang berlaku."Ini memang tidak mudah, Perbarindo telah berupaya melakukan edukasi dan pendekatan ke pemegang saham, tetapi perlu waktu untuk menyamakan presepsi dan pemahaman antar para stakeholders tersebut," kata Tedy.
Pesan OJK ke BPR
OJK memang telah menetapkan persyaratan modal minimum dan modal inti minimum yang harus dipenuhi oleh BPR, sesuai dengan POJK Nomor 5/POJK.03/20215.
Modal inti minimum BPR/BPRS telah ditetapkan sebesar Rp6 miliar, yang wajib dipenuhi paling lambat pada 31 Desember 2024. Terkait dengan kredit bermasalah di BPR, sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan BPR sebagai lembaga intermediasi yang melakukan kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan dana dari serta kepada masyarakat, harus memperhatikan prinsip kehati-hatian.