Walau saling terpisah-pisah, para penutur Bahasa Hakka yang berbeda logat dan dialek dapat berbicara satu sama lain. Kemana pun mereka pindah, orang Hakka masih mempertahankan kebudayaan, terutama bahasa. Bahasa Hakka memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan Bahasa Mandarin daripada bahasa Tionghoa lain.
Maka ini, walaupun orang Hakka telah pindah dan menetap di berbagai daerah lain di Tiongkok, mereka masih mempertahakan bahasa dan kebudayaan dikarenakan kebiasaan berpindah dalam kelompok besar dan menetap bersama di tempat baru. Jumlah orang Hakka sendiri diperkirakan berjumlah 30-45 juta orang di seluruh dunia.
Di Tiongkok selatan, orang Hakka merupakan pendatang terakhir di tanah orang lain dan seringkali harus bertahan hidup di tanah yang tidak subur.
Mereka dianggap rendah karena sebagian besar tidak mempunyai tanah, miskin, serta dianggap kurang beradab. Karena adanya penolakan dari kelompok Han lain inilah sehingga membentuk sifat mereka yang ulet, berani, gigih dan tabah.
Konflik dengan penduduk asli menyebabkan mereka menjadi komunitas yang memiliki solidaritas tinggi dan saling berhubungan erat. Kaum pria memiliki tugas berat di luar rumah, sementara wanita bekerja keras mengurus rumah dan ladang.
Konflik yang terus-menerus dengan penduduk asli menyebabkan orang Hakka berani mengambil resiko untuk keluar dari tempat asal dan berimigirasi ke berbagai tempat di Tiongkok dan luar negeri.
Orang Hakka di Indonesia sendiri terkonsentrasi di daerah Jakarta, Aceh, Sumatera Utara, Batam, Sumatera Selatan (Palembang), Bangka-Belitung, Lampung, Jawa, Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin), Sulawesi Selatan (Makasar), Sulawesi Utara (Manado), Ambon dan Jayapura.
3. Kanton
Orang Kanton adalah penduduk yang berasal dari Guangzhou (Hanzi 广州, pinyin Guangzhou). Guangzhou sendiri adalah ibukota dari Propinsi Guangdong dan merupakan kota terbesar di China bagian selatan. Penduduknya banyak yang berpendidikan tinggi, serta terkenal dengan teknik pengobatan tradisionalnya yang mujarab.
Bahasa Kanton/cantonese (Hanzi 广东话, pinyin guangdong hua), atau Yuè ( 粤语), atau di Indonesia sering disebut bahasa Konghu adalah salah satu dari dialek bahasa Tionghoa yang dituturkan di daerah barat daya China (Guangdong), Hong Kong, Makau, dan masyarakat keturunan Tionghoa di Asia Tenggara.
Bahasa Kanton dituturkan oleh hampir 70 juta orang di seluruh dunia. Menurut penelitian dari ahli bahasa Han di China, dialek Kanton merupakan salah satu dialek bahasa Han tertua yang masih tersisa sekarang ini. Dialek Kanton dulunya digunakan secara luas pada zaman Dinasti Tang.
Orang Kanton di Indonesia sendiri terkonsentrasi di daerah Jakarta, Medan, Makassar dan Manado.
4. Tiochiu
Bahasa Tiochiu atau (Hanzi 潮州, pinyin Chaozhou) adalah sebuah dialek bahasa yang termasuk rumpun bahasa bahasa Sino-Tibet. Dialek ini mirip dengan bahasa Hokkian, karena itu penutur bahasa Hokkian dapat cukup mengerti bahasa ini meski tidak seluruhnya.
Bahasa Tiochiu boleh dikatakan adalah dialek Hokkian yang dipengaruhi oleh dialek Kantonis dikarenakan letak geografisnya yang berada di utara provinsi Guangdong dekat perbatasan dengan provinsi Fujian. Jumlah penurur bahasa Tiochiu diperkirakan berjumlah 10-15 juta orang yang tersebar di seluruh dunia.
Orang-orang Tiochiu di Indonesia sendiri berasal dari berbagai kota di Provinsi Guangdong, antara lain Jieyang, Chaozhou, dan Shantou. Daerah asal orang Tiochiu biasa disebut sebagai Chaoshan, gabungan dari kata Chaozhou dan Shantou.
Orang Tiochiu di Indonesia sendiri terkonsentrasi di daerah Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat (Pontianak, Ketapang).