PALEMBANG, KORANRADAR.ID -Nama Chandra Husin sudah sangat familiar. Bukan cama dari etnik Tionghoa, tetapi juga warga pada umumnya. Semuanya bermula, ketika dia begitu aktif dalam kegiatan-kegaiatan sosial. Jiwa dermawannya sudah begitu melekat, sehingga dia tidak segan-segan memberikan bantuan pada siapapun yang mengalami musibah.
Posisi dan peran etnik Tionghoa di Indonesia termasuk di Sumsel, semakin diperhitungkan sejak reformasi bergulir. Berbagai organisasi sosial politik, budaya, agama muncul dan berkembang dinamis sehingga memberikan corak dan warna khusus dalam kehidupan sosial masyarakat, tidak terkecuali di Kota Palembang.
Salah satu organisasi Tionghoa yang eksis di Kota Palembang yakni Majelis Rohaniawan Tridharma se-Indonesia Komda Sumatera Selatan. Organisasi ini bersifat luas dan multietnik. Artinya, bantuan dan layanan yang mereka berikan tidak hanya berhubungan dengan kepentingan etnik Tionghoa semata, namun juga memberikan bantuan dan layanan bagi masyarakat luas, terlepas dari ikatan etnik dan agama.
Seperti saat terjadi musibah kebakaran, Majelis Rohaniawan Tridharma Komda Sumsel terus mengabdikan organisasinya kepada pelayanan sosial masyarakat membutuhkan pertolongan baik dibidang sosial, pendidikan dan wisata, serta senantiasa menjaga kekuatan multikulturalisme di Kota Palembang dengan menghadirkan sebuah mozaik keragaman agama dan budaya melalui perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro.
BACA JUGA:Kisah Inspiratif HMC Baryadi, Anak Petani yang Bisa Bangun 90 BPR
Besarnya peran Majelis Rohaniawan tak terlepas dari peran Chandra Husein, yang telah 10 tahun menjabat sebagai ketua Majelis Rohaniawan Tridharma Se Indonesia Komda Sumatera Selatan. Peranannya sebagai ketua dalam melayani, menghargai serta saling tolong menolong dibuktikannya dalam pengabdiannya untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat dan negara.
Tak hanya di sektor agama, pariwisata dan sosial terus ditingkatkan dalam menjaga persatuan serta kerukunan umat beragama, sehingga kepemimpinan dalam merangkul pengurus lainnya untuk saling bahu membahu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sementara, layanan yang diberikan meliputi sejumlah aspek.
Dalam hal membenahi tempat ibadah, terus mengupayakan memberikan kenyaman umat untuk melakukan ibadah di kelenteng Dewi Kwan Im 10 Ulu Palembang. Sejak era kepemimpinannya dirinya bersama pengurus lainnya, saling bantu membantu dalam meningkatkan pelayanan kepada umat. Dulunya kawasan kelenteng ini terkenal akan merupakan kawasan kumuh lantaran merupakan tempat terkenal akan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).
Selain memberikan pelayanan kepadanya umatnya, peranannya sebagai umat manusia untuk saling menghargai serta tolong menolong sesama umat beragama dibuktikan dengan membangun tempat ibadah Masjid Al Ghazali yang berada tak jauh dari kelenteng 10 Ulu. Chandra bersama umat lainnya secara bersama-sama membangun masjid ini dulunya yang merupakan sebuah langgar digunakan umat muslim untuk beribadah.
BACA JUGA:HA Ramli Sutanegara SH MSi, Pelopor Kapal Cepat Palembang-Bangka 1990
Demikian pula dalam hal dukungan pada pemerintah. Bersama pengurus lainnya, Chandra menjadikan Pulau Kemaro sebagai salah satu tempat wisata di Kota Palembang diwujudkan dengan terus berbenah dan membangun sebuah pagoda berlantai 9 di tahun 2006. Kehadiran pagoda ini menambah daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke Kota Palembang terlebih lagi saat perayaan Cap Go Meh.
Yang tidak kalah penting, layanan dalam hal aktif memberi bantuan. Peranan Majelis Tridharma tak hanya untuk kalangan etnis Tionghoa, bahkan masyarakat lainnya tanpa harus memandang suku, ras dan agama ditunjukkan kepedulian majelis ini dengan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena musibah kebakaran. Selain itu, setiap tahunnya memberikan sumbangan berupa beras ke dinas sosial provinsi Sumsel. Bantuan tersebut bentuk kepedulian etnis Tionghoa terhadap sesama umat manusia tanpa harus membeda asal usulnya.
Bantuan beras tersebut, berasal dari sumbangan umat dari beberapa kelenteng yang menggelar ritual sembahyang Ullambana. Bantuan beras dikumpulkan dan kemudian diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Selain itu, setiap bencana yang melanda masyarakat kota Palembang pihaknya bergerak cepat memberikan bantuan baik dana maupun sembako kepada korban bencana.
“Setiap tahun, kami menyisihkan bantuan untuk diserahkan ke dinas sosial untuk disalurkan kepada panti asuhannya di Kota Palembang sebanyak 2,5 ton,” kata Chandra.
Dikatakan Chandra, bulan tujuh dikenal dengan bulannya untuk berbuat baik, sehingga banyak umat yang menyumbangkan beras untuk disalurkan ke mereka yang membutuhkan. Selain itu, saat ada kejadian musibah kebakaran yang melanda kota Palembang, dirinya bersama pengurus lainnya dengan cepat memberikan bantuan kepada korban kebakaran. “Selain rutin menyumbang ke dinas sosial, saat ada musibah kebakaran kita juga memberikan bantuan kepada korban,” tutupnya.