PALEMBANG, KORANRADAR.ID - Kelenteng Liong Toh Kiong milik marga Theng di Jalan Dr. M. Isa, Lorong Cinta Damai, Palembang, menggelar sembahyang Cit Gwee Pua atau Sembahyang Ulambana pada Jumat, 4 September 2025. Ritual ini juga dikenal sebagai sembahyang leluhur, yang merupakan agenda rutin tahunan untuk mendoakan para leluhur.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Ketua Walubi Sumsel, Tjik Harun; Sekretaris PTITD Komda Sumsel, Hengky Saputra; Ketua Kelenteng Serikat Efendi; tokoh marga Theng Abeng; dan Ketua Kelenteng Marga Theng, Syahroni, beserta para pengurus kelenteng lainnya.
Menurut Ketua Kelenteng Marga Theng, Syahroni, sembahyang Cit Gwee Pua diawali dengan ritual Thua Ceng pada pukul 11.00 WIB, dilanjutkan dengan Kun Ciong pada pukul 13.00 WIB. "Ritual ditutup dengan jamuan makan sederhana," ujar Syahroni yang didampingi oleh Ketua Humas, Abok.
BACA JUGA:Kelenteng Marga Ng KM 7 Palembang Gelar Ritual Cit Gwee Poa
Sejarah dan Makna Sembahyang Ulambana
Syahroni menjelaskan bahwa ritual ini merupakan bagian dari peringatan bulan 7 penanggalan lunar. Ia juga menceritakan sejarah di balik Hari Ulambana yang bermula dari kisah seorang murid Buddha Gautama.
Murid tersebut berusaha menolong ibunya yang berada di alam rendah, namun semua upayanya tidak berhasil. Sang murid kemudian meminta bantuan kepada Buddha Gautama, yang mengajarkan bahwa bakti seorang anak saja tidak cukup. Dibutuhkan berderma kepada Sangha (komunitas biksu) untuk dapat membantu orang tua, leluhur, dan kerabat yang telah meninggal agar dapat terangkat ke alam yang lebih baik.
"Dari kisah ini, terbukti bahwa dengan berbakti pada Sangha melalui berderma, kita dapat membantu orang tua dan leluhur yang sudah meninggal," kata Syahroni. Praktik ini terus dilestarikan oleh umat hingga saat ini sebagai bentuk penghormatan dan bakti kepada leluhur.