OJK Terbitkan Tiga Peraturan Baru untuk Perkuat BPR dan BPRS

Caption : Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi--

JAKARTA, KORANRADAR.ID   - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan tiga peraturan untuk memperkuat Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) yaitu Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2024, POJK Nomor 24 Tahun 2024 serta POJK Nomor 25 Tahun 2024.

“OJK berkomitmen untuk terus memperkuat industri perbankan di Indonesia, salah satunya melalui penerbitan peraturan untuk BPR dan BPRS,” kata Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi di Jakarta, Senin.

POJK Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pelaporan melalui Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan (TKK) bagi BPR dan BPRS disusun sebagai upaya meningkatkan pengawasan berbasis teknologi dan transparansi kondisi keuangan BPR dan BPRS dengan digitalisasi laporan yang masih disampaikan secara luring serta dilakukan penyesuaian cakupan laporan dan tata cara publikasi laporan.

Selain itu, POJK ini juga sebagai landasan hukum atas penyampaian seluruh laporan BPR/BPRS, baik laporan berkala maupun insidental, kepada OJK melalui Aplikasi Pelaporan Online Otoritas Jasa Keuangan (APOLO), sejalan dengan upaya meningkatkan efisiensi pelaporan BPR/BPRS.

POJK 23/2024 mulai berlaku pada 1 Desember 2024.

Dengan adanya POJK ini, maka mencabut berlakunya POJK Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR, POJK Nomor 13/POJK.03/2019 tentang Pelaporan BPR dan BPRS melalui Sistem Pelaporan OJK, serta POJK Nomor 35/POJK.03/2019 tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPRS.

Kemudian, POJK Nomor 24 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset BPRS disusun sebagai upaya membangun industri BPRS yang sehat dan memiliki daya saing tinggi dengan senantiasa memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko kegiatan usaha, khususnya pengelolaan aset dengan tetap memperhatikan prinsip syariah.

POJK ini juga merupakan penyempurnaan atas POJK Nomor 29/POJK.03/2019 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif BPRS.

Adapun pokok pengaturan POJK Kualitas Aset BPRS terdiri dari perluasan cakupan aset produktif, penambahan pengaturan mengenai aset nonproduktif, kualitas aset produktif, penyisihan penilaian kualitas aset dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), restrukturisasi pembiayaan, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, hapus buku, serta kebijakan pembiayaan dan prosedur pembiayaan.

Terakhir yaitu POJK Nomor 25 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah Bagi BPRS diterbitkan sebagai upaya penguatan tata kelola syariah pada BPRS termasuk peningkatan kewenangan dan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Menurut OJK, penguatan peran DPS dalam POJK 25/2024 semakin menegaskan pentingnya peran dan fungsi DPS dalam mengawasi penyelenggaraan kegiatan bank syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.

Dalam rangka mendukung penguatan peran dimaksud, terdapat fungsi yang secara khusus bertanggung jawab dalam penerapan tata kelola syariah dan bertugas mendukung peran DPS, yaitu fungsi kepatuhan syariah, fungsi manajemen risiko syariah dan fungsi audit intern syariah.

Di sisi lain, terdapat kewajiban bagi direksi dan dewan komisaris bank syariah untuk mendukung pelaksanaan tugas DPS tersebut.

“Dengan adanya penyempurnaan dimaksud, penerapan prinsip syariah di bank tidak hanya menjadi tugas DPS saja tetapi menjadi kewajiban dari seluruh tingkatan dan jenjang organisasi di bank,” kata Ismail.

Adapun penyusunan POJK 25/2024 juga memperhatikan Pedoman Umum Governansi Entitas Syariah Indonesia tahun 2023 yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governansi serta standar IFSB-10 Guiding Principles on Shariah Governance Systems for Institutions Offering Islamic Financial Services. (ant)

Tag
Share