Jangan Mudah Menyerah
--
JAKARTA, KORANRADAR.ID - Ada pepatah Tiongkok: “Batu Giok tidak akan menjadi berharga jika belum dipotong atau diasah. ”Untuk potong saja adalah sebuah proses yang melelahkan. Maka dari itu, setelah melalui usaha dan kesabaran yang lama, ia akhirnya menjadi sesuatu yang berharga. Menurut legenda, di zaman dahulu, ada sebuah kuil besar dibangun di sebuah kota. Kuil tersebut sangat keramat dan sunyi. Satu-satunya barang yang kurang adalah patung Buddha untuk dipuja oleh umatnya. Jadi orang-orang beriman mengundang seorang seniman giok terkenal untuk memahat patung Buddha sehingga mereka dapat mengungkapkan kekaguman mereka.
Sang pemahat giok melihat bahwa para umat sangat beriman, jadi dia pergi ke pegunungan untuk memilih batu. Usaha kerasnya terbayarkan karena berhasil menemukan batu yang sangat bagus. Karena batu tersebut sangat besar, dia membelahnya menjadi dua bagian, dan memilih salah satu bagian secara acak, dan mulai mengerjakannya. Ketika batu itu sedang dipahat, potongan batu itu tidak dapat menahan rasa sakit. Ia berkata kepada pemahat, “Sangat sakit. Bisakah Anda memahat dengan lembut sedikit? Saya telah mengalami angin dan hujan di pegunungan, tetapi belum pernah mengalami rasa sakit seperti ini. Sungguhkah Anda bisa memahat saya menjadi patung Buddha?”
Pemahat pun membalas, “Menahan adalah sebuah proses. Selama kamu bisa bertahan, akan ada kehidupan baru di akhir dari penderitaan. Percayalah pada saya dan teruslah bertahan.” Batu itu berpikir sejenak dan berkata kepada pemahat, “Saya akan mempertimbangkannya. Kapan Anda akan selesai memahat saya?” Pemahat meletakkan pisau pahat dan berkata kepada batu, “Saya baru saja mulai mengerjakan. Anda harus terus bertahan selama 30 hari. Setelah saya selesai mengerjakan, jika orang-orang tidak puas dengan pekerjaan saya, saya harus mengerjakannya kembali dan memperbaikinya. Tetapi jika orang-orang merasa puas, maka kamu akan menjadi patung Buddha.”
Batu terdiam sejenak. Di sisi lain, dia berpikir tentang betapa bagus dan mulianya dia saat menjadi patung Buddha. Pada sisi lain, ia tidak dapat menahan rasa sakit yang menyayat. Setelah dua jam ia menangis, “Ini sedang membunuh saya! Ini sedang membunuh saya! Tolong hentikan pahatan karena saya benar-benar tidak dapat menahan rasa sakit lagi.”
Pemahat meletakkan batu yang baru dipahat sedikit dan dengan menjadikannya lempeng batu untuk ditaruh di lantai kuil. Dia lalu memilih potongan batu yang satunya lagi dan mulai memahat kembali. Setelah memahat sekian waktu, pemahat dengan perasaan curiga bertanya pada potongan batu ini, “Tidakkah Anda merasa sakit sedikit pun?” Potongan batu yang kedua ini :”Tentu saja sakit, penuh perjuangan melalui proses ini, tetapi saya tidak akan menyerah dengan mudah.”
Pemahat itu bertanya, “Kenapa kamu tidak meminta saya untuk memahat dengan pelan?” Batu itu menjawab, “Jika saya meminta kamu memahat dengan pelan, maka patung Buddha mungkin tidak terpahat dengan baik, sehingga akan dikembalikan untuk dikerjakan ulang. Jadi lebih baik Anda mengerjakanya dengan sempurna dari awal dan tidak membuang waktu.” Pemahat sangat terkesan dengan karakter kuat dari batu kedua ini dan senang untuk melanjutkan pekerjaannya. Setelah 30 hari, dia berhasil memahat sebuah patung Buddha yang indah.
Tidak lama setelah itu, sebuah patung Buddha yang khidmat dipersembahkan kepada para umat di kota itu. Patung tersebut ditempatkan di altar, dan orang-orang mengagumi dan memujinya. Kuil itu menjadi semakin terkenal dan menyambut arus deras kunjungan orang-orang setiap hari. Suatu hari, batu pertama, yang dibuat menjadi lempeng batu, bertanya kepada patung Buddha, “Mengapa kamu ditempatkan begitu tinggi untuk dipuja, sementara saya harus menahan diinjak-injak oleh ribuan orang setiap hari?” Batu yang menjadi patung Buddha tersenyum dan menjawab, “Sederhana saja. Kamu hanya melewati proses yang sederhana dan menjadi lempeng batu. Saya harus menahan banyak pahatan untuk menjadi patung Buddha.”
Sepanjang sejarah dan dilihat dari kehidupan manusia, situasi ini adalah sama untuk semua hal di dunia ini. Sebenarnya, perbedaan satu-satunya antara memilih untuk bertahan dan mencari kenyamanan adalah pikiran seseorang. Jika seseorang melewatkan sebuah kesempatan, ia mungkin menghadapi penderitaan yang tiada habisnya. Jika seseorang yakin akan janji di masa depan dan menahan ujian dengan ketekunan hati, ia akan memiliki masa depan yang cerah. (era)