Apindo Soroti Tantangan Industri RI: Geopolitik Global hingga Daya Beli Domestik

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani --

​JAKARTA,KORANRADAR.ID – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyoroti sejumlah tantangan industri RI yang harus dihadapi pelaku usaha nasional. Tantangan ini bersumber dari faktor eksternal seperti ketidakpastian global dan geopolitik, serta faktor domestik seperti penurunan daya beli masyarakat.

​Shinta Kamdani menjelaskan bahwa ketidakpastian global masih menjadi momok utama bagi sektor industri di Indonesia. Isu-isu besar di dunia memberikan dampak langsung, terutama pada arus modal dan perdagangan.

​“Saya rasa tantangan industri RI itu masih banyak, terutama dengan kondisi ketidakpastian yang ada secara global. Jadi kalau dari segi global ini memang masih masalah tarif Trump, kemudian juga geopolitik, konflik Ukraina-Rusia maupun Timur Tengah, maupun Palestina dan Israel. Ini semua tentu saja berimbas juga kepada Indonesia,” kata Shinta di Jakarta, Selasa (tanggal penyebutan hari sebaiknya didampingi tanggal).

​Ia menilai, ketegangan geopolitik dan kebijakan seperti tarif Trump telah menciptakan ketidakpastian. Akibatnya, pelaku industri dalam negeri harus lebih hati-hati dalam mengambil keputusan terkait ekspansi maupun investasi.

​ Lebih lanjut, Shinta menyinggung dampak dari penutupan sementara pemerintah AS atau government shutdown. Kondisi ini disebut turut menghambat proses negosiasi tarif yang sedang berjalan antara Indonesia dan Amerika Serikat.

BACA JUGA:Rupiah Melemah Dipengaruhi Pernyataan ‘Hawkish’ Pejabat The Fed

BACA JUGA:Kopi Indonesia Kian Mendunia, 206 Ribu Ton Tembus Pasar Ekspor di Semester I-2025

​“Tentunya itu ada dampaknya juga, karena saat ini kan pemerintah masih meneruskan negosiasi tarif Trump. Walaupun kemarin sudah ditetapkan tarif 19 persen, kita masih melanjutkan dengan terus menegosiasikan tambahan penurunan tarif terutama dari produk-produk yang tidak diproduksi di Amerika dan diproduksi di Indonesia,” jelasnya.

​Beberapa komoditas ekspor prioritas Indonesia, seperti produk tekstil, karet, dan kopi, menjadi fokus utama negosiasi ini. Namun, proses perundingan menjadi tertunda akibat dampak politik dan fiskal yang terjadi di AS.

​Selain isu global, Apindo juga menyoroti masalah dari sisi domestik. Daya beli masyarakat masih menjadi isu utama yang memengaruhi performa sektor industri. Industri padat karya, khususnya, disebut Shinta sebagai sektor yang paling sensitif terhadap penurunan daya beli.

​“Tentunya ini harus terus kita kawal untuk bisa realisasi dan terutama peningkatan daripada daya beli yang ada. Kita lihat dari indeks manufaktur maupun indeks kepercayaan konsumen juga ini perlu terus ditingkatkan,” ujarnya.

Meski demikian, Apindo mengapresiasi langkah pemerintah yang telah merilis sejumlah paket kebijakan ekonomi untuk memperkuat daya tahan industri. Shinta Kamdani menekankan bahwa pengawalan pelaksanaan kebijakan ini sangat penting agar benar-benar terealisasi dan mampu mendorong daya beli di tingkat masyarakat.

​“Sebenarnya kita harus bersama-sama mencoba untuk memanfaatkan segala potensi maupun insentif yang diberikan pemerintah ini supaya bisa terus mendorong walaupun kondisi sedang tidak baik-baik saja,” tutupnya, menyerukan dunia usaha untuk tetap berhati-hati menavigasi situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil. (ant)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan