Komisi XII DPR Dorong Hilirisasi Batu Bara Untuk Perkuat Nilai Tambah

Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya--

JAKARTA, KORANRADAR.ID - Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya mengemukakan hilirisasi batu bara perlu diarahkan pada pengembangan industri kimia batu bara (coal chemical industry) yang menghasilkan produk bernilai tambah tinggi.

"Batu bara harus dipandang bukan hanya sebagai sumber energi primer, melainkan bahan baku strategis yang bisa diolah menjadi produk turunan seperti bahan baku plastik, lilin industri, bahan pembersih, pelumas, hingga material baru untuk kebutuhan manufaktur modern," kata Bambang dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Bambang juga mengatakan pengembangan coal chemical dapat memperkuat kemandirian energi, membuka pasar baru di sektor petrokimia, sekaligus mendukung agenda transisi energi nasional.

Berdasarkan kajian global, industri coal chemical telah berkembang dengan lebih dari 20 produk turunan, mulai dari tahap dasar (SNG, naphta, diesel) hingga produk hilir dengan margin lebih tinggi, seperti bahan kimia deterjen, bahan kimia industri, hingga pelumas berkualitas tinggi untuk kendaraan dan mesin modern.

BACA JUGA:Sumatera Selatan Melesat: Produsen Batu Bara Terbesar Kedua di Indonesia Setelah Kalimantan Timur

"Indonesia perlu menyiapkan peta jalan untuk memperluas rantai nilai batu bara ke sektor kimia. Produk-produk ini punya pasar domestik dan ekspor yang besar, serta dapat mengurangi ketergantungan pada impor bahan kimia strategis," ujarnya.

Secara ekonomis, kata Bambang, hilirisasi batu bara ke coal chemical mampu memberikan substitusi impor bahan kimia bernilai miliaran dolar per tahun, peningkatan ekspor produk turunan dengan daya saing global dan multiplier effect ke sektor hilir, seperti manufaktur.

Manfaat lainnya, yakni di bidang farmasi, agrikultur, hingga energi terbarukan dan juga diversifikasi pendapatan negara, tidak hanya dari ekspor batu bara mentah tetapi juga dari produk olahan bernilai tambah tinggi.

Bambang menegaskan arah pengembangan harus bergeser dari sekadar substitusi gas menjadi diferensiasi dengan industri petrokimia.

Pemanfaatan teknologi gasifikasi dan syngas (synthesis gas) memungkinkan batu bara dikonversi menjadi bahan kimia penting yang sulit diperoleh dari jalur petrokimia konvensional.

"Konversi batubara ke senyawa kimia bernilai tinggi akan meningkatkan efisiensi energi sekaligus menekan emisi CO. Ini selaras dengan target netral karbon 2060," kata Bambang.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa industri coal chemical merupakan contoh nyata konsep total utilization. Melalui integrasi teknologi gasifikasi, sintesis, dan pemisahan produk, hampir seluruh hasil olahan batu bara dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk bernilai ekonomi.

"Dalam industri ini, tidak ada yang terbuang. Gas bisa dijadikan bahan bakar dan bahan kimia dasar, cairan diolah menjadi lilin industri, bahan pembersih, dan pelumas, sementara hasil samping padat seperti abu dan sulfur bisa dipakai untuk material konstruksi maupun pupuk. Inilah yang disebut zero waste processing atau pemanfaatan total," tegasnya.

Bambang menambahkan Indonesia perlu belajar dari pengalaman China yang telah lebih dulu membangun industri coal chemical skala besar. Negeri tersebut mampu mengintegrasikan teknologi gasifikasi, riset, hingga komersialisasi produk turunan batubara secara masif.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan