Guna Atasi Tarif Resiprokal, Kadin Sarankan Pemerintah Perkuat Pendekatan ke AS

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyarankan Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah konkret guna melindungi industri dalam negeri akibat penerapan tarif resiprokal AS, Jakarta.--

JAKARTA, KORANRADAR.ID - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyarankan Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah konkret guna melindungi industri dalam negeri akibat penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).

Wakil Ketua Umum Bidang Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri dan Proyek Strategis Nasional Kadin Akhmad Ma'ruf menuturkan langkah konkret pemerintah dibutuhkan untuk mengurangi dampak PHK massal dan menjaga stabilitas sosial ekonomi di Indonesia.

"Kami percaya bahwa dengan langkah yang tepat, Indonesia, khususnya di Kepulauan Riau dapat tetap menjadi pusat industri yang berkembang pesat," tutur Akhmad Ma'ruf dalam keterangannya di Jakarta. Senin, 7 April 2025.

Ma'ruf mengaku khawatir terhadap kondisi ekonomi global pascapenerapan tarif perdagangan baru oleh Presiden Donald Trump terhadap negara mitra dagang, termasuk Indonesia.

Ia mengatakan dengan baseline tarif 10 persen dan tarif resiprokal 32 persen untuk produk-produk asal Indonesia, dikhawatirkan muncul dampak negatif terhadap perekonomian nasional.

Selain itu, Kadin juga khawatir kebijakan Pemerintah AS ini menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS dan memperburuk situasi tenaga kerja dan ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau.

Untuk mengatasi berbagai potensi dampak negatif dari penerapan tarif resiprokal AS ini, Kadin menyarankan sejumlah hal kepada Pemerintah Indonesia.

"Pertama, mendorong Pemerintah untuk memperbaiki praktik perdagangan dengan mempercepat harmonisasi regulasi terkait izin impor, kebijakan TKDN, registrasi ekspor, sertifikasi Halal, dan persyaratan lainnya yang dianggap diskriminatif," tutur Ma'ruf.

Selain itu, pemerintah juga diminta memprioritaskan penguatan pendekatan bilateral dengan Pemerintah AS untuk mengatasi hambatan perdagangan.

Kedua, khusus untuk Batam, Bintan dan Karimun (BBK) yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Perdagangan Bebas, serta dengan ekspor langsung ke pasar AS mencapai 25 persen, perlu diberikan perhatian khusus untuk disarankan menjadi "Foreign Trade Zone" dan diberikan status "Privileged Foreign Status".

Menurut dia, hal ini penting karena BBK saat ini tidak dikenakan aturan kepabeanan, termasuk bea masuk dan PPN/PPNBM pada barang impor.

Ketiga, pemerintah juga diminta memperhatikan persaingan dengan Malaysia, terutama dengan dibentuknya Johor-Singapore Special Economic Zone yang hanya dikenakan tarif resiprokal 24 persen (khusus Solar PV, Malaysia mendapatkan reduced tariff dari 17,84 persen menjadi 6,43 persen) untuk ekspor tujuan AS.

Ma'ruf mengakui kondisi ini sangat memukul FDI di Batam.

Menurut Kadin, tanpa perubahan tarif berpotensi terjadinya diverting atau switching production ke Malaysia.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan