JAKARTA, KORAN RADAR. ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai langkah pemangkasan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menjadi salah satu strategi untuk memperkuat serta menyehatkan industri BPR/S.
Namun, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar belum menetapkan berapa jumlah target BPR/S yang akan dipangkas.
“Lebih pada upaya untuk langkah yang membuat penyehatan dan tentu memperkuat kondisi dari BPR dan BPRS yang ada dari segi kesehatannya, governance-nya, maupun juga tentu aktivitasnya, dan juga pemenuhan modal intinya,” ujar Mahendra dalam konferensi pers Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, sebagai langkah penyehatan industri BPR/S, Mahendra mengungkapkan tak jarang pihaknya terpaksa mencabut izin BPR/S yang tidak memenuhi persyaratan serta aturan dari OJK.Sepanjang tahun 2024 ini, OJK sudah mencabut izin usaha 7 BPR, yaitu BPR Usaha Madani Karya Mulia di Surakarta, BPR Wijaya Kusuma di Madiun, BPRS Mojo Artho di Mojokerto, Perumda BPR Purworejo, BPR Bank Pasar Bhakti di Sidoarjo, BPR EDCASH di Tangerang, dan BPR Aceh Utara di Aceh.
“Melihat dari beberapa waktu terakhir ini dari segi tingkat kesehatan, governance, dan juga tingkat risiko adanya fraud, konsekuensinya bahwa jumlah dari BPR yang tidak memenuhi syarat tadi itu ya dengan sendirinya harus dikurangi,” ujar Mahendra.Sebelumnya, Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara sempat mewacanakan bahwa kemungkinan BPR bisa dipangkas
dari sekitar 1.500 ke 1.000 BPR.Adapun yang terbaru, OJK telah mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Aceh Utara lantaran tingkat kesehatan perbankan tersebut dinyatakan tidak sehat.Pencabutan izin usaha tersebut berdasarkan keputusan anggota Dewan Komisioner OJK serta dilakukan guna melindungi konsumen."OJK sesuai keputusan dewan komisioner, mencabut izin usaha PT BPR Aceh Utara yang beralamat di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh. Pencabutan izin usaha tersebut melindungi konsumen," kata Kepala OJK Provinsi Aceh Yusri, Senin (4/3).Yusri menyebutkan pencabutan izin usaha tersebut merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan.
Dia menjelaskan, OJK menetapkan PT BPR Aceh Utara berstatus pengawasan bank dalam penyehatan pada 30 Maret 2023. Penetapan status tersebut dengan pertimbangan tingkat kesehatan yang dinilai predikat tidak sehat.Selanjutnya, pada 12 Januari 2024, OJK menetapkan PT BPR Aceh Utara berstatus pengawasan bank dalam resolusi. OJK juga telah memberikan waktu kepada direksi dan pemegang saham pengendali melakukan upaya penyehatan.
.