PALEMBANG, KORANRADAR.ID – Ada aroma khas yang menuntun langkah ketika sore turun di kawasan Jalan Lebak Murni, Sako, Palembang. Harum nangka muda berpadu santan dan daun jati menguar lembut dari sebuah rumah sederhana. Di situlah, Gudeg Bu Lesty lahir bukan sekadar makanan, melainkan potongan rindu bagi siapa pun yang pernah merasakan hangatnya Yogyakarta.
Bagi sebagian orang, gudeg bukan cuma kuliner, tapi kenangan. Setiap suapannya membawa kembali ingatan akan pagi di Malioboro, derap sepeda ontel, hingga suara gamelan yang sayup terdengar dari kejauhan. Di Palembang, kota yang identik dengan pempek, siapa sangka rasa manis gurih khas Jogja kini bisa ditemukan tanpa harus menempuh perjalanan jauh.
Lesty, sang pemilik, bukan sekadar juru masak. Ia adalah penjaga rasa dan waktu. Di dapur yang tak pernah sepi dari aroma rempah, perempuan itu sabar mengaduk panci besar berisi nangka muda, santan, dan bumbu rahasia yang diwarisi dari ibunya. “Bikin gudeg nggak bisa buru-buru. Harus sabar, harus pakai hati,” ujarnya pelan sambil tersenyum.
Dari situlah Gudeg Bu Lesty bermula dari dapur rumahnya yang luas, dengan bahan-bahan yang sebagian besar tumbuh di pekarangannya sendiri. Daun salam, lengkuas, bahkan daun jati ia petik sendiri di belakang rumah. Hanya ayam yang dibeli dari peternak lokal. “Saya ingin tetap alami, seperti gudeg di kampung halaman dulu,” katanya.
BACA JUGA:Ayola Sentosa Hotel Palembang, Sambut Hut ke-9 “Night in Jungle New Year’s Eve Party 2026
BACA JUGA:Sekda Palembang Dorong Sinergi dan Transparansi Tata Kelola Keuangan Daerah
Kini, cita rasa Jogja itu hadir lengkap di Palembang. Paket Nasi Gudeg berisi nasi putih, ayam negeri, tahu bacem, telur pindang, gudeg, dan krecek disajikan hangat dengan harga Rp45.000. Ada pula versi tanpa ayam seharga Rp35.000, dan Paket Gudeg Kecil AN seharga Rp75.000 dengan porsi lebih besar ayam seperempat ekor, dua telur, dua tahu bacem, gudeg nangka areh, krecek, dan kuah opor.
Untuk yang ingin berbagi dalam jumlah besar, tersedia pula menu porsi dan katering: telur pindang isi 10 seharga Rp75.000, tahu bacem isi 10 Rp30.000, dan opor ayam kampung utuh Rp225.000. Bahkan, Gudeg Bu Lesty melayani pesanan besek, tumpeng, dan prasmanan untuk acara keluarga atau kantor.
“Kalau mau makan di sini juga bisa, tapi harus pesan dulu. Gudeg itu butuh waktu, bukan sekadar masak, tapi menyatukan rasa,” kata Lesty sambil mengusap uap panas dari panci besar yang masih mengepul.
Suasana rumahnya terasa seperti perpanjangan dari dapur tradisional di kampung Jawa. Taman kecil di depan rumah ditumbuhi pepohonan rimbun, menghadirkan keteduhan bagi siapa pun yang datang. Di dalam, aroma baceman, santan, dan daun jati berpadu dalam kesederhanaan yang menenangkan.
BACA JUGA:Blondo Bikin Gudeg Bang Aping Terasa Legit di Lidah
Banyak pelanggan datang bukan hanya untuk makan, tapi juga bernostalgia. Dwi, seorang pelanggan tetap asal Klaten, mengaku menemukan kembali cita rasa yang dirindukannya. “Rasanya mirip sekali seperti gudeg di rumah. Manisnya lembut, nggak bikin enek, dan kreceknya pedasnya pas,” tuturnya sambil tersenyum puas.
Namun, lebih dari sekadar bisnis, bagi Lesty, Gudeg Bu Lesty adalah kisah tentang menjaga warisan rasa. Ia ingin generasi muda mengenal kuliner Nusantara yang sarat makna. “Sekarang banyak makanan cepat saji. Tapi gudeg mengajarkan kita sabar. Dari proses memasak sampai menunggu rasa matang,” katanya.
Di era serba digital, Lesty tak ketinggalan. Ia membuka layanan pesan antar online dan promosi melalui Instagram @gudegbulesty. Nomor WhatsApp 0821 8163 0008 menjadi jalur hangat bagi pelanggan dari berbagai penjuru Palembang yang ingin memesan gudeg tanpa repot keluar rumah.
Tak jarang, pesanan datang dari luar kota. Gudeg dikemas dalam wadah khusus yang aman dan tahan lama, agar rasa manis gurihnya tetap terjaga meski menempuh perjalanan jauh. “Pernah kirim sampai ke Jambi. Alhamdulillah masih enak saat diterima,” ujar Lesty bangga.