Bambang Haryo : Kenaikan Cukai Rokok bisa Menghancurkan UMKM dan Perkonomian di Masyarakat
Bambang Haryo--
JAKARTA, KORANRADAR.ID - Pengamat Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono mengkritisi kebijakan Pemerintah yang secara terus menerus menaikkan cukai rokok semenjak 2019 sampai dengan saat ini. Menurutnya, dampak kenaikan cukai rokok bisa berpengaruh terhadap multiplayer effect ekonomi di masyarakat dan bahkan bisa berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan dan generasi stunting di Indonesia.
"Harusnya Kementerian Keuangan faham dengan dampak kenaikan cukai rokok ini yang mengakibatkan kenaikan harga rokok yang sangat tinggi dari 2019 ke 2023 rata - rata berkisar sekitar 50-80 persen kenaikannya dan berdampak terhadap 70,5 persen total penduduk laki - laki di Indonesia atau sekitar 97 juta rakyat Indonesia, karena masyarakat perokok yang berjumlah 97 juta tersebut sudah menjadikan rokok sebagai kebutuhan pokok dan bahkan ada istilah “lebih baik tidak makan daripada tidak merokok” karena merokok adalah salah satu yang tertinggi untuk penghilang stres, menurut mereka dan bahkan beberapa ahli. “Katanya
Bahkan, kata anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, Indonesia pernah menjadi negara kunjungan wisata asing terbesar di Dunia pada jaman Kolonial Belanda, penyebab salah satunya adalah wisatawan menikmati produksi rokok Indonesia yang tidak ada di negara lain, sehingga para wisatawan bisa merasa rilex atau segar kembali saat berada di Indonesia.
"Para istri perokok pun sangat menginginkan suaminya untuk tetap bekerja maksimal dan tidak stres, sehingga para istri dari perokok akan mengorbankan pendapatan dari suaminya, yang seharusnya untuk kebutuhan rumah tangga dan kesehatan serta pertumbuhan anak - anaknya terpaksa dialihkan ke rokok untuk suaminya. Sehingga banyak anak - anak yang menjadi korban kenaikan cukai rokok yang menjadi generasi stunting serta gagal tumbuh, bahkan yang lebih parah lagi rumah tangga banyak yang hancur akibat percekcokan antara suami perokok dengan istrinya, sehingga akan mempengaruhi produktivitas suami perokok dan tentu berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di masyarakat. “Kata pemilik sapaan akrab BHS
Dikatakan BHS, Kementerian keuangan yg dimotori oleh Bu Menkeu harusnya faham, jumlah pajak yang sudah dibebankan kepada perokok sudah sangat besar totalnya 73 persen dari harga rokok untuk pajak, yang terdiri 60 persen cukai rokok, 10 persen PPN dan 3 persen pajak daerah. Padahal penerimaan cukai rokok saja satu tahunnya sudah sangat besar sekitar 200 Triliun di 2022 dan itu naik dari 164 Triliun di 2019. Pemasukan negara Ini sangat besar, padahal belum termasuk PPN dan pajak daerah loh, masih kurangkah membebani masyarakat??
"Apa yang didapat si perokok dari pemerintah, BPJS atau KIS kah? Khan Juga tidak!! Kita semua seharusnya faham bila perokok terjadi ketidak mampuan untuk membeli rokok, maka dampak multiplayer effect ekonominya luar biasa besar di masyarakat, karena sekitar 30 persen dari total UMKM yang berjumlah 64,2 juta sangat tergantung kepada konsumennya yang merokok. Misalnya ; Warteg, Warkop, Diskotik, Cafe - Cafe dan lain - lain mereka akan tergerus kehidupannya karena konsumennya yang perokok itu akan menurun tajam. Padahal ekonomi kita sangat tergantung kepada UMKM"Imbuh Mantan Ketua Komtap Utilitas Umum Bidang Infrastruktur KADIN Pusat
Lebih lanjut kata, Anggota Bidang Pengembangan Usaha dan Inovasi DPN HKTI , buruh pabrik rokok di Indonesia yang jumlahnya sekitar 5,9 juta dan petani tembakau yang berjumlah sekitar 600 ribu akan terpengaruh kehilangan pekerjaan dan ekonomi sekitar kehidupan mereka akan hancur total .
"Sudahlah STOP!! kenaikan cukai rokok dan malah seharusnya TURUNKAN!! Saya masih yakin Pak Jokowi akan membatalkan kenaikan cukai rokok seperti yang pernah terjadi di Tahun 2018 di Rapat Paripurna DPR-RI di hadapan Menteri Keuangan RI, saat itu Saya sebagai Anggota DPR-RI menolak keras kenaikan cukai rokok dan untuk di Batalkan. Alhamdulillah tiga hari kemudian Presiden Jokowi membatalkan kenaikan cukai rokok yang akan membebani masyarakat pada waktu itu, Kita harus melindungi ekonomi Indonesia secara komprehensif, jangan hanya memikirkan sub sektor saja, pikirlah untuk keberhasilan dan kepentingan bangsa Indonesia secara luas,"Tutup BHS.(spt)