Fenomena Ikan Salam Atau Pacific Mackerel, Dilarang Tapi Banyak Dijual di Pasar Tradisional

CAPTION Ikan Salam atau Pacific Mackerel--

PALEMBANG.KORANRADAR.ID   - Kendati dilarang beredar di luar pulau Jawa termasuk Sumsel dan Palembang  karena berdasarkan aturan yang berlaku, produk impor ikan Salam  (pacific mackerel )dimanfaatkan untuk memenuhi bahan baku industri pemindangan,  selain itu jual beli ikan salam impor dikhawatirkan akan merusak harga pasaran ikan lokal dari perairan Indonesia karena harganya lebih murah.

Namun, faktanya hingga saat ini Ikan Salam  ataupun dikenal juga ikan Botan tersebut tetap dijual bebas di pasaran. Bahkan dari pantauan Koran ini di pasar ikan Jakabaring  dan  beberapa pasar tradisional di Palembang, ikan ini masih banyak ditemukan dan dijual. Di pasar Ikan Jakabaring harga jual ikan ini perpak 10 kg Rp 180ribu sedangkan harga dipasar tradisional bervariasi di angka Rp 25-27 ribu/kg.

Dimana ikan yang dikenal dengan sebutan Ikan Botan ini, banyak terdapat di perairan atau Samudera Pasifik tersebut dinyatakan dilarang beredar oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Terkait kebijakan tersebut, maka pihak KKP di pertengahan tahun 2023 juga menyegel beberapa gudang ikan  di Pasar Ikan Jakabaring dikarenakan menyimpan dan menjual ikan tersebut di Palembang dan Sumsel pada umumnya.

Sebagai contoh, di Pasar 26 Ilir harga ikan ini dijual bervariasi antara Rp 26-27 ribu/kg. Sedangkan di Pasar Suro ikan ini dihargseai sama dikisaran angka Rp 26-27 ribu/kg. Di Pasar 10 Ulu, ikan tersebut dijual di harga Rp 25-26 ribu/kg. Selain faktor harganya ini yang murah, daging ikan ini banyak disukai oleh pembeli. " Permintaan ikan ini masih tinggi, bahkan setiap hari bisa tiga karton ikan bisa kita jual. Kalau soal harga, sejauh ini bisa dikatakan murah dibandingkan ikan sejenisnya yang dijual di kisaran Rp 30 ribu perkilogram nya," urai IH, salah satu penjual ikan tersebut di Pasar 26 Ilir, Minggu (1/10).

Bahkan untuk pembelinya sendiri, menurut IH, hampir setiap hari ada saja yang datang membeli. Baik itu yang untuk makan sendiri ataupun yang dijual lagi di rumah makan, warung nasi hingga penjual lauk masak itu. Adapun untuk ikan ini sendiri, dijelaskan IH,  diambil atau diantar secara langsung oleh  distributor ke pedagang. Namun memang, sebelum dikirim, pihaknya terlebih dahulu melakukan pemesanan dan membayar ikan yang dipesan tersebut.

" Biasanya untuk pengantaran ini dilakukan menjelang subuh. Akan tetapi, biasanya kita yang ke gudang sekalian membayar ikan ini ke distributor ikan. Setelah pembayarannya selesai, ikan bisa diambil langsung ataupun diantar ke pedagang. Baik itu di rumah atau tempat pedagang berjualan. Kalau untuk saya, lebih memilih diantarkan jelang subuh saja, karena ikannya masih fresh dan juga tidak cair. Karena ikan yang kita beli dalam kondisi beku," ulasnya.

Terpisah, Yeni, salahsatu pembeli pada saat dibincangi koran ini mengaku tidak tahu bila ikan tersebut dilarang beredar di luar pulau Jawa Karena menurutnya, selama ini aman-aman saja dan tidak ada masalah. Belum lagi, urai Yeni, untuk daging ikan sendiri sangat enak apalagi bila dimakannya selagi hangat. Sisi lain, harganya juga masih terjangkau. Untuk itu, kalau memang tidak boleh diedarkan di Palembang l, hendaknya juga dari instansi terkait bisa mensosialisasikan ini semua ke pedagang.

"Saya sejak kecil dengan ikan salam, selain dagingnya enak dan banyak, juga harganya juga sangat terjangkau. Saya tadi belinya di harga Rp 26 ribu/kg. Saya sendiri baru tahu, kalau Ikan Salam tersebut sekarang ini tidak boleh diperjualbelikan secara bebas. Untuk itu, pemerintah juga harus secara langsung ke lokasi untuk melakukan sosialisasi serta edukasi ke masyarakat ataupun jua kepada instansi terkait," jelasnya .

Koordinator Satuan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Palembang, Hafid Alfajri,S.St,.Pi,M.H,  mengatakan, berdasarkan peraturan No 5 tahun 2021 selain satuan pengawas, dinas dinas KPP  provinsi kabupaten kota juga punya kewenangan untuk mengawasi peredaran ikan Salam tersebut. "Wilayah Sumsel luas mas, ada 17 kabupaten kota sedangkan  anggota kita sedikit. Jadi kita juga berharap peran dari dinas KKP Provinsi dan kabupaten kota untuk mengawasi ikan Salam tersebut, " katanya.

Selain itu, Satuan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Palembang bukan hanya mengawasi ikan salam saja  banyak yang harus diawasi. "Contoh nelayan nelayan yang ada di Sumsel seperti di Sungsang bagaimana mereka menangkap ikan. Itu juga perlu diawasi. Jadi tidak hanya ikan Salam, "ujarnya.

Hafid juga mengatakan, kalau  ikan salam itu bukan ikan ilegal tapi  berdasarkan aturan yang berlaku, produk impor ikan Salam dimanfaatkan memenuhi bahan baku industri pemindangan, sehingga ikan Salam impor dilarang untuk dijualbelikan di pasaran lokal yang ada di Sumsel dan Palembang karena di Sumsel tidak ada Industri pemandangan.

"Produk importasi perikanan berbentuk ikan Salam pada dasarnya peruntukannya untuk memenuhi bahan baku industri pemindangan, yang kuota sudah dipatok atau ditarget oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perikanan Aries Irwan Wahyu, S,STP, M,Si., membeberkan pelarangan penjualan ikan salam untuk dikonsumsi Masyarakat. Menyusul adanya peraturan mentri perikanan no.1 tahun 2021 tentang komiditi pemasukkan ikan dengan turunan KP No.6 tahun 2023 tentang pengurusan neraca komoditas tentang import ikan salam.

Demikian dia menjelaskan ada dua persyaratan ikan salam bisa beredar, pertama untuk industri pemindangan ikan, pengalengan memenuhi kebutuhan hotel, restoran dan catering (Horeka).  Kedua yakni untuk umpan pancing ikan tuna. “Jadi kalaupun ikan Salam dijual ke Masyarakat sudah barang tentu merugikan nelayan,” kata dia.

Tag
Share