DPRD Sumsel Desak Perbaikan Tata Kelola Program MBG : Kunci Atasi Stunting dan Dorong EkonomI Lokal

CAPTION : Alwis Gani Ketua Komisi V DPRD Sumatera Selatan (Sumsel)--

PALEMBANG, KORANRADAR.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh Presiden RI Prabowo Subianto dinilai harus mendapat dukungan penuh dari semua pihak. Program ini memiliki potensi tinggi untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia melalui peningkatan kualitas gizi anak, sekaligus berpotensi kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

Meskipun mendapat dukungan, Ketua Komisi V DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) Alwis Gani menekankan bahwa efektivitas program memerlukan perbaikan tata kelola yang matang, pengawasan ketat, dan melibatkan ahli gizi. Hal ini krusial untuk memastikan program berjalan tepat sasaran dan aman bagi penerima manfaat.

Alwis Gani mengungkapkan bahwa program MBG telah berjalan bertahap sejak awal tahun 2025. Namun, pelaksanaannya di lapangan masih menghadapi sejumlah kendala yang membutuhkan penyempurnaan.
Dari target ideal 798 dapur MBG yang seharusnya dikelola oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dari Badan Gizi Nasional (BGN) di wilayah Sumsel, saat ini baru sekitar 30 persen yang sudah beroperasi dan tersebar di 17 kabupaten/kota.
"Dapur MBG sendiri di Sumsel terdata ada 798 yang tersebar di 17 kabupaten/kota, dan yang baru terealisasi sekitar 30 persen," kata Alwis pada Kamis, 9 Oktober 2025.

BACA JUGA:Ratusan Relawan Dapur MBG Di Palembang, Ikuti Pelatihan Sertifikasi Penjamah Makanan

BACA JUGA:MBG Hadir untuk Wujudkan Anak Indonesia yang Sehat dan Cerdas

Politisi Gerindra ini menjelaskan bahwa rendahnya angka realisasi dapur yang beroperasi disebabkan oleh beberapa kendala utama:
Biaya Pembangunan Dapur yang Tinggi: "Hambatannya pertama biaya mendirikan dapur itu mahal (sekitar Rp 2 miliar)," jelas Alwis.
Infrastruktur dan Pasokan: Jaringan pasokan untuk kebutuhan dapur, terutama di daerah, masih belum mencukupi atau memadai.
Untuk mengatasi masalah pasokan, Alwis Gani mengusulkan agar digerakkan lintas sektoral, seperti koperasi merah putih, untuk memasok kebutuhan dapur. Solusi ini diharapkan dapat menjaga stabilitas pasokan bahan baku dan mendukung UMKM lokal.

Alwis juga menyoroti pentingnya pengelolaan kuota per dapur untuk menjaga kualitas makanan dan mencegah terjadinya insiden makanan basi.
"Selama ini masalah pasokan, ada beberapa tempat itu dapurnya sudah siap karena mendirikan dapur itu tidak kecil bisa Rp 2 M. Kalau kita lihat hambatan selama ini kenapa ada basi atau lainnya itu karena cukup banyak kuota 1 dapur mengelolanya," katanya.
Ia berpendapat bahwa kuota ideal per dapur adalah 1.000 hingga 1.500 porsi paling maksimal. Jika kuota terlalu besar (misalnya hingga tiga sampai empat ribu), proses memasak akan dimulai lebih cepat dan jarak distribusi menjadi jauh, yang dapat menyebabkan kualitas makanan menurun dan bahkan basi. Selain itu, seleksi bahan baku juga menjadi masalah krusial.
Alwis Gani menutup dengan harapan bahwa 798 dapur MBG di Sumsel dapat segera terealisasi untuk melayani seluruh anak-anak penerima manfaat, termasuk yang berada di daerah pedalaman. Program ini terus dirapikan agar manfaatnya sebagai solusi mengatasi stunting dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal dapat dirasakan secara merata. (zar)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan