Giri Ramanda Kiemas, Langgar Hak Anak, Tidak Setuju Pelajar Bermasalah Wajib Militer

Dr HM Giri Ramanda N Kiemas. SE. MM.--

PALEMBANG, KORANRADAR.ID – Terkait pemberitaan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mewacanakan wajib militer bagi pelajar bermasalah. Hal itu sebagai salah satu Upaya untuk mengatasi anak-anak di Jabar yang terjerumus dan menjadi geng motor. Dedi Mulyadi akan menyiapkan anggaran selama 6 bulan. Atau bahkan bisa sampai 1 tahun, agar anak-anak dibina TNI dan Polri. 

Meniru yang dijalankan di China. Menurut Dedi, wajib militer ditujukan pada anak-anak yang terlibat geng motor hingga tawuran antarsiswa. "Rencananya mereka yang tertangkap karena balapan liar di jalan kemudian terlibat geng motor, kena perkelahian antar pemuda antara siswa, kita akan masukkan wajib militer," ujar Dedi.

Wacana ini sendiri mendapatkan respon keras dari Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dr HM Giri Ramanda N Kiemas. SE. MM. Senin 5 Mei 2025, lalu.

Menurut Giri Program Pendidikan Militer bagi siswa bermasalah berpotensi lebih kepada melanggar hak anak.

"Program ini berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak anak untuk belajar. Jika ada masalah perilaku pada remaja, sebaiknya dilakukan kajian lengkap tentang profil anak, termasuk aspek kejiwaan," tegas Giri Ramanda Kiemas.

Potensi pelanggaran HAM, terutama mencabut hak anak untuk belajar. Ketika jika dianggap bermasalah maka harus ada kajian lengkap profil anak terutama masalah kejiwaan. 

“Treatment kedisiplinan belum tentu sesuai untuk menjelaskan perilaku menyimpang dari seorang anak. Makanya perlu kajian psikologi yang mendalam dengan lebih baik dari tiap anak,” tegasnya. 

Belum lagi adanya penjemputan paksa, berpotensi melanggar hak kebebasan apalagi tanpa putusan hukum yang jelas,” ujarnya. 

Mengingat remaja nakal mungkin karena minim sarana ekspresi dan perhatian. 

“Bukannya harus dikerasi. Gak semua masalah bisa diselesaikan dengan baris-berbaris.Kalau akar masalahnya di rumah, lingkungan, atau jiwa, kenapa solusinya begitu,” kata Giri dengan nada bertanya.

“Anak bukan tentara. Dan sekolah bukan markas. Yang dibutuhkan empati dan pendekatan holistik, bukan penjemputan paksa yang rawan langgar HAM,” kata anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan. 

Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Sumatera Selatan ini juga mengatakan pendidikan karakter siswa sebaiknya dibentuk di lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal mereka, bukan dengan cara memaksa mereka masuk ke barak militer tanpa dasar hukum yang kuat.

Pendapat lain yang dia kemukakan mengenai dampak psikolog remajanya? “Kultur aparat pembinaan apakah siap, karena ini bukan ospek. RUU TNI masih hangat, apakah waktunya tepat TNI dilibatkan,” tukasnya. (zar)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan