Pro Kontra Wacana Pilkada Kembali ke DPRD Bukan Solusi Tepat
--
PALEMBANG, KORANRADAR.ID - Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) kembali dipilih DPRD, terus mendapat pro dan kontra. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Yulion Zalpa angkat bicara.
Wacana yang dibangun Presiden RI Prabowo Subianto, terkait pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah ke DPRD, perlu dikaji secara mendalam dengan melihat berbagai aspek dan konsekuensi yang mungkin timbul.
"Sistem pemilihan langsung yang berlaku saat ini, memang menghadirkan sejumlah tantangan serius yang perlu dievaluasi," kata Yulion, Kemarin.
Menurut Yulion, dalam praktiknya, pemilihan langsung telah menciptakan celah terjadinya praktik money politik secara masif.
"Mulai dari vote buying, hingga berbagai skema transaksional lainnya yang sulit dibendung karena lemahnya sistem pengawasan, dan penegakan hukum, " ucapnya.
Dijelaskan Yulion, situasi ini diperparah dengan besarnya biaya politik yang harus dikeluarkan, baik dari sisi penyelenggaraan oleh negara maupun modal yang harus disiapkan oleh para kandidat, untuk mahar politik dan biaya kampanye.
"Konsekuensi logisnya, para kepala daerah terpilih seringkali terdorong untuk melakukan berbagai cara, guna mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan, termasuk melalui praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang," ungkapnya.
Namun demikian, wacana pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD diakui Yulion, tidak serta merta menjadi solusi ideal.
"Alih-alih menghilangkan praktik money politik, mekanisme ini berpotensi hanya menggeser arena transaksi, dari masyarakat luas ke lingkaran elit politik dan anggota DPRD. Meski tidak terlihat secara kasat mata, praktik suap dan lobi politik justru bisa melibatkan nominal yang jauh lebih besar, " paparnya.
Lebih dari itu, sistem ini juga berpotensi memperkuat oligarki politik di tingkat lokal dan menjauhkan aspirasi rakyat dari proses pemilihan pemimpin daerah.
"Partai politik sebagai pilar demokrasi juga, belum optimal dalam menjalankan fungsi pendidikan politik bagi masyarakat. Kegagalan ini berkontribusi pada terciptanya berbagai celah dan kekurangan dalam praktik pemilihan langsung," tandasnya.
Meski demikian, ditambahkan Yulion yang terpenting bukanlah sekadar mengubah mekanisme pemilihan, melainkan bagaimana membangun sistem yang lebih baik dengan pengawasan yang efektif.
"Untuk menciptakan pilkada yang bersih dan melahirkan pemimpin berintegritas, diperlukan perbaikan menyeluruh mulai dari penguatan sistem pengawasan hingga penegakan hukum yang tegas," ucapnya.
Dilanjutkan Yulion, pelibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif dan peningkatan transparansi proses politik juga, menjadi kunci penting. Reformasi partai politik perlu didorong melalui perbaikan sistem rekrutmen, kaderisasi, dan peningkatan akuntabilitas.