PALEMBANG,KORANRADAR.ID- Jelang pilkada serentak yang akan berlangsung pada November mendatang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)Sumatera Selatan terus melakukan langkah antisipasi untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.
Namun Bawaslu menilai bahwa tingkat kerawanan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di wilayahnya termasuk dalam level sedang, dasarnya adalah pilkada pada 2018 dan 2020 lalu. Namun, potensi keributan bisa terjadi saat pemungutan hasilnya.
"Tingkat kerawanan pilkada di Sumsel berada pada level rawan sedang,"ujar Ketua Bawaslu Sumsel, Kurniawan, Sabtu 8 September 2024.
Potensi kerawanan itu bisa naik jika terjadi konflik yang diakibatkan oleh netralitas ASN, money politics dan lambannya tindak lanjut atas laporan kecurangan yang terjadi serta lainnya.
"Kita berharap potensi konflik justru bukan dari penyelengara Pemilu (KPU dan Bawaslu)," jelasnya.
BACA JUGA:Perempuan Pertama Peserta Pilkada Prabumulih
Menurutnya, konflik dapat terjadi jika penyelenggara Pemilu abai dengan laporan mengenai kecurangan dari masyarakat. Kemudian lambatnya penanganan dan tidak merespons dengan baik aduan yang masuk
"Ini juga berpotensi jadi letupan masalah di daerah. Contohnya Pileg 2024 lalu di Muratara, padahal sudah kami sampaikan ke KPU terkait potensi konflik yang bisa terjadi kepada penyelengara pemilu,"jelasnya.
Sementara dalam proses tahapan, potensi kerawanan terjadi pada saat kampanye, sebelum pemungutan suara dan setelah pemungutan suara. Potensi keributan paling besar terjadi saat pengumuman hasil.
"Kita berupaya meminimalisir kesalahan-kesalahan kecil, seperti masyarakat yang tidak punya hak pilih tapi mencoblos, belum masuk DPT, tidak dapat undangan dan lainnya. Masalah ini harus diselesaikan lebih dini jangan sampai jadi masalah terakumulasi ketika pemungutan suara,"kata Kurniawan.
BACA JUGA:Komedian Cak Lontong Jadi Ketua Tim Pemenangan Pramono dan Rano
Kerawanan juga bisa terjadi di Pilkada Empat Lawang dan Ogan Ilir. Di mana kedua kabupaten itu hanya ada 1 pendaftar dan kemungkinan besar paslon tersebut lawan kotak kosong.
"Meski hanya satu paslon yang mendaftar, potensi konflik tetap ada. Pengawasan seluruh tahapan mulai dari kampanye hingga pemilihan dilakukan tetap kita lakukan,"ujarnya.
Mekanisme pemilihan di wilayah kotak kosong pun tak berbeda dengan pemilihan pada umumnya. Surat suara yang diberikan akan menampilkan dua gambar paslon. Satu sisi untuk foto paslon dan sisi lain gambar kosong.
"Tahapannya sama. Potensi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) justru lebih kuat karena mereka harus menang 50+1 persen suara,"jelasnya.