JAKARTA, KORANRADAR.ID -SEORANG dewi bernama Nuwa dipercaya oleh masyarakat China kuno sebagai pencipta makhluk-makhluk di bagian Timur bumi. Ia juga yang memperbaiki langit dari kehancuran.
Legenda “Nuwa memperbaiki langit” terjadi pada zaman dahulu kala. Nuwa adalah dewi yang baik dan murah hati, ia sengaja datang ke daratan Timur, kedatangannya mengisi semua tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang di dunia manusia dengan kehidupan.
Suatu hari, Nuwa datang ke sebuah lapangan yang luas. Dia sangat senang karena daerah tersebut penuh dengan kicauan burung dan keharuman bunga-bunga sehingga dia tidak ingin kembali.
Nuwa mengangguk-angguk merasakan bahwa ada sesuatu yang kurang. Perasaan itu masih ada sampai dia berjalan ke air. Dia berjongkok untuk minum. Melihat kecantikan bayangan dirinya sendiri di atas air, memberikan dia ide untuk menciptakan kehidupan.
Dengan semangat, dia mengambil segenggam lumpur, dan membuat cetakan sebuah patung kecil imitasi dirinya sendiri. Cukup aneh, ketika dia meletakkan patung kecil tersebut, tiba-tiba saja patung kecil tersebut menjadi hidup. Betapa menakjubkan! Patung kecil tersebut bahkan bisa memanggilnya “Mama”.
Dan melompat-lompat ke atas dan ke bawah. Dengan girang dia mencetak yang lain lagi, lagi dan lagi. Dia bekerja keras sampai-sampai jari-jarinya luka. Tetapi patung-patung yang dia ciptakan masih sangat sedikit; bagaimana mereka dapat memenuhi daerah yang luas tersebut?
Tiba-tiba saja Nuwa punya ide, dia mencelupkan satu helai tumbuhan menjalar yang panjang ke dalam lumpur, ketika dia mengangkatnya, lumpur-lumpur tersebut menetes dari tali yang menjalar tersebut dan menjadi makhluk hidup. Dia menghargai kreasinya, dia sangat puas dan berlari melintasi gunung-gunung dan sungai-sungai dan sebentar lagi, daerah tersebut sudah penuh dengan manusia.
Mulai dari saat itulah makhluk hidup tersebut hidup di dunia yang indah ini, mencari kekayaan, bekerja dengan tangan mereka, dan kehidupannya penuh dengan kebahagiaan dan ketenangan.
Meskipun demikian, kemakmuran tersebut tidak berlangsung lama. Suatu hari badai datang, angin bertiup dan awan memenuhi langit. Petir bersahut-sahutan, dan kilat yang buas menyebabkan hutan kebakaran. Burung-burung dan binatang-binatang buas kabur dalam kepanikan, karena suara-suara yang memekakkan tersebut, kemudian separuh langit seakan runtuh.
Hujan yang sangat lebat tersebut memadamkan api-api dan membasahi hutan. Palung sungai di surga pecah. Air di sungai surga mengalir langsung ke bawah. Daratan sudah hampir tenggelam.
Melihat manusia-manusia tersebut akan tenggelam, hati Nuwa hancur. Dia mengangkat sebuah batu besar di atas kepalanya dan melompat seperti melayang ke dalam lubang, sumber air sungai surga tersebut berasal. Tapi aliran sungai tersebut sangat deras yang menyebabkan Nuwa tergelincir ke bawah jatuh bersama dengan batunya. Dia ambil lagi batu yang besar tersebut dan melompat lagi, tapi airnya sekali lagi membuat Nuwa dan batunya menjauhi lubang tersebut. Nuwa tidak berkecil hati.
Dia mengambil banyak batu-batu yang indah dari sungai-sungai dan danau-danau, dan menumpuknya untuk membuat sebuah gunung yang bercahaya lima warna. Selanjutnya dia memotong alang-alang dari ladang dan mencampurnya bersama dengan batu-batuan itu kemudian membakar alang-alang tersebut.
Api itu membara secara terus-menerus selama sembilan hari, siang dan malam. Dewi Nuwa mengambil lelehan batu yang terbakar tersebut dan melompat ke langit. Dia terus memperbaikinya dan mengisinya selama tujuh hari siang dan malam. Dan akhirnya lubang tersebut dapat diperbaiki.
Matahari bersinar lagi setelah hujan, dan warna-warni awan memenuhi langit. Nuwa terluka di sekujur tubuhnya. Dewi yang pemberani telah menanggulangi bencana besar. Umat manusia akhirnya selamat. Seluruh langit dan bumi merayakannya bersama-sama.
Saat itulah dimulainya masa makmur dari kehidupan dalam harmoni, laki-laki bercocok tanam, wanita menenun dan semuanya menikmati kehidupan yang baik dan makmur. Pada saat panen, mereka berterima kasih pada Nuwa. Sebuah kereta yang secepat kilat, ditarik oleh naga terbang, mambawa sang dewi ke atas awan menuju surga kesembilan.