PALEMBANG, KORANRADAR.ID - Sempat timbul tenggelam, akhirnya Kesenian Tradisional Opera Hokkian Sam Khau Bun Gei Siah atau wayang China tetap eksis hingga saat ini.
Bahkan di Indonesia hanya satu-satunya di Sumsel, ini tidak lepas dari keterlibatan Hasan Solihin atau biasa disapa Acit, Ketua Kesenian Tradisional Opera Hokian Palembang.
Usianya hampir setengah abad, tapi semangatnya tetap membara untuk memajukan Kesenian Tradisional Opera Hokkian atau wayang orang terus membara. Bahkan satu-satunya opera Hokian Palembang yang masih tetap eksis hingga saat ini.
Dialah Hasan Solihin Ketua Kesenian Tradisional Opera Hokian Palembang yang selalu berada dibelakang layar.
Mengenakan baju kaos dan berkacamata, bapak empat anak itu terlihat santai saat wartawan koran ini menemuinya.” Apa kabar, silahkan masuk,”sapa pria yang tinggal di Jl M Isa Lrg Cinta Damai Kecamatan Ilir Timur II Palembang nya ramah.
Diungkapkan generasi ke-3 itu, keterlibatannya dalam memajukan Opera Hokian itu karena ingin mendidik anak remaja. Maklum 50 pemain yang tergabung dalam opera tersebut sebagian besar remaja dam semuanya pria.
Cerita yang diangkat dalam setiap pertunjukan opera mengangkat legenda Chinese bahkan hingga saat ini sudah ada 200 judul yang biasa dipentaskan. Semua sudah dimainkan dengan apik oleh para pemain.
Tak hanya manggung dari kelenteng ke kelenteng lainnya di Metropolis ia juga sering membawa anak didiknya manggung ke berbagai kota besar lain di Sumatera seperti Medan, Jambi, Pekanbaru dan lainnya.
Tidak mudah melatih anak untuk menjadi pemain opera profesional, katanya yang memiliki nama Chinese Tan Tiau Guan, karena wataknya yang keras maka kakek dua cucu itu sebelum mengajak anak bergabung harus memahami karakternya. ”Saya ini, orangnya keras kalau dia sanggup ikut aturan dan dimarah,”terangnya lantas tertawa.
Untuk melihat pentas ini sukses atau tidak, biasanya dinilai dari banyaknya penonton yang hadir, disamping juga bagaimana mngarahkan anak-anak agar cerita yang dibawakan tidak keluar dari alur. Itulah mengapa setiap pentas selalu ramai penonton.
Agar penonton bisa mengerti dengan cerita yang dibawakan mereka sengaja memasang digital teks Bahasa Indonesia diatas panggung.
Inilah yang menjadi keistimewaaanya karena tidak semua penonton bisa berbahasa Mandarin. Apalagi saat ini banyak sekali anak-anak yang tidak mau belajar Bahasa Mandarin, sehingga ketika diajak bergabung mereka tidak siap.
Banyak pelajaran yang bisa diambil dalam setiap pertunjukan yang ditampilkan yakni mengajarkan tentang kebaikan, bagaimana menjadi orang yang jujur, pantang menyerah serta memiliki jiwa pemberani.
Nah ini diterapkan kepada anak-anaknya meski awalnya sang istri kurang menyetujui dengan kegiatannya di opera tersebut.
Agar setiap penampilan yang dibawakan sukses, pria ramah ini, selalu menggelar latihan selama dua-tiga jam. Tapi untuk mensukseskan pertunjukan ia menargetkan latihan hanya dilakukan paling lama lima hari. ”Saya sangat bangga jika latihan satu pertunjukan hanya dua hari,”tutupnya.(sep)