JAKARTA, KORANRADAR.ID - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sejumlah penyebab pelambatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) di akhir tahun 2023, salah satunya karena dipengaruhi pertumbuhan DPK yang tinggi pada masa pandemi atau high base effect.
Selain itu, penghimpunan DPK yang melambat juga turut dipengaruhi oleh penggunaan dana internal untuk operasional dan ekspansi perusahaan setelah pandemi, konsumsi masyarakat yang kembali meningkat dengan berakhirnya status pandemi, serta dampak dari instrumen alternatif penempatan dana selain DPK.
"Meskipun demikian, kondisi likuiditas bank umum tetap terjaga dan dinilai sangat memadai tercermin dari rasio-rasio likuiditas yang jauh di atas threshold seperti Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing naik menjadi 120,07 persen dan 28,73 persen, atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen," kata Dian di Jakarta, Kamis.
Menurut catatan OJK, pertumbuhan DPK pada Desember 2023 tercatat 3,73 persen year-on-year (yoy) atau menjadi Rp8.458 triliun. Namun pertumbuhan DPK lebih lambat dibandingkan kredit perbankan yang tumbuh double digit sebesar 10,38 persen yoy menjadi Rp7.090 triliun pada akhir tahun 2023.
Sementara kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) net perbankan sebesar 0,71 persen dan NPL gross sebesar 2,19 persen.
Untuk prospek di tahun 2024, Dian menyampaikan bahwa DPK diperkirakan tetap tumbuh dengan sehat mempertimbangkan kondisi makro domestik yang terjaga dengan baik.
OJK memproyeksikan DPK dapat tumbuh sebesar 6-8 persen, sementara kredit perbankan tumbuh 9-11 persen pada tahun 2024.
Dengan mencermati berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi serta kebijakan-kebijakan yang akan diambil, OJK menyampaikan pihaknya optimis tren positif kinerja sektor keuangan akan berlanjut. (ant)