Pelanggaran, Politik Uang Harus Ditindak
Politik uang di pilkada serentak mengemuka di publik-Dokumen zarkasih -
PALEMBANG,KORANRADAR.ID-Praktisi hukum Mualimin Pardi Dahlan menilai bahwa masyarakat belum memahami bahwa politik uang adalah pelanggaran hukum serius. Bahkan, fenomena ini berubah menjadi perlombaan antar-warga untuk membandingkan isi amplop.
"Bagi masyarakat, ini menjadi ajang kompetisi—di tempat ini amplop berisi Rp50 ribu, di tempat lain Rp100 ribu. Mereka tidak sadar bahwa ini adalah persoalan hukum,"ujarnya.
Menurutnya, peran Bawaslu sangat penting dalam menindak fenomena ini. Jika ditemukan bukti yang cukup, kasus ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), yang seharusnya berujung pada diskualifikasi pasangan calon terkait.
"Jika benar ada isu sebanyak 3,3 juta amplop yang beredar, ini adalah pelanggaran TSM. Konsekuensinya, kemenangan paslon tersebut harusnya dianulir," kata dia dalam Dalam diskusi bertema "Hegemoni Herman Deru, Anomali Mawardi Yahya, dan Sensasi Eddy Santana di Pilgub Sumsel 2024" yang diselenggarakan oleh Relung Forum, para pemateri menyoroti masifnya praktik politik uang menjelang hari pemilihan, jumat 6 desember 2024
Bahkan jika hal itu dapat dibuktikan, maka dia menyebutkan bahwa kemenangan pasangan kepala daerah adalah kemenangan yang bersifat prosedural, bukan berdasarkan visi-misi atau keinginan masyarakat.
"Calon mungkin bisa mengklaim ini kemenangan Sumsel, tetapi pada dasarnya ini hanyalah kemenangan prosedural yang didorong oleh mobilisasi suara, bukan karena gagasan besar," pungkas Mualimin.
Sementara itu, pengamat politik Bagindo Togar menyoroti bahwa politik uang menunjukkan masih dominannya praktik politik primitif di Pilgub Sumsel.
"Praktik ini seperti barter antara paslon dan pemilih—amplop dan bansos ditukar dengan suara. Ini adalah bentuk kegagalan membangun ekosistem politik modern yang berbasis ide dan gagasan,"ujarnya.
Bagindo pun pesimistis akan adanya perubahan signifikan selama lima tahun ke depan. "Dengan masifnya politik uang, masyarakat tidak bisa berharap banyak untuk perubahan yang lebih baik. Proses yang cacat menghasilkan hasil yang serupa,"tutupnya.
Dalam sudut pandang lain, salah satu narasumber Relung Forum dari kalangan influencer, Cek Maria, menekankan bahwa politik seharusnya menjadi sarana untuk menyatukan, bukan memecah belah. Ia menilai bahwa peran influencer, endorser, atau profesi serupa seharusnya bertumpu pada kemampuan memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat.
"Prinsipnya, setelah Pilkada selesai, selesai pula pekerjaan atau kontrak profesional kita. Semua kembali seperti semula, tidak ada yang berubah. Jadi, jangan berlebihan atau saling menjatuhkan. Begitu juga masyarakat, seharusnya bisa menjaga harmoni,"ujar Maria.