Kisah Sukses Pangsit Wanchai Wharf
Madame Chong--
PALEMBANG, KORANRADAR.ID -Dewasa ini, banyak wanita yang ingin menikahi pria yang mapan, sudah punya rumah, punya mobil dan sebagainya dengan tujuan supaya hari-hari bisa dilalui dengan bahagia dan tidak perlu hidup susah. Ya, ini sebenarnya sah-sah saja, cuma tidak semua orang bernasib baik, seperti wanita yang satu ini.
Mungkin bagi kita yang di Indonesia tidak begitu mengenalnya, tetapi banyak orang di Asia Timur seperti Hongkong dan Taiwan pernah memakan pangsit buatannya. Ia adalah pendiri pangsit Wanchai Wharf, Madame Chong.
Waktu muda, ia seperti semua gadis pada umumnya, ingin menemukan pria kaya dan baik untuk dinikahi dan memiliki kehidupan yang bahagia. Namun, takdir berkata lain.
Chong dilahirkan di sebuah keluarga miskin di Rizhao, Provinsi Shandong pada tahun 1945. Di usia yang masih kecil dan belum mengerti apa-apa, ia sudah harus bekerja untuk membantu orang tuanya. Di usia 14 tahun, ayahnya tiba-tiba pergi dan tidak kembali lagi. Untuk mencari nafkah, ibunya pun membawanya dan saudaranya untuk bekerja di Qingdao. Karena tidak tahan melihat ibunya bekerja sendiri untuk menopang seluruh keluarga, ia pun putus sekolah dan menjadi seorang perawat.
Pada masa menjadi perawat itulah, Chong berkenalan dengan seorang pria asal Thailand yang kemudian menjadi suaminya. Pada saat itu, ia mengira Tuhan telah melihat penderitaannya dan mengirimnya seorang pangeran tampan. Ia pikir sejak saat itu ia bisa hidup bahagia. Ia juga melahirkan 2 orang putri yang cantik dan hidup bahagia bersama suaminya selama 6 tahun.
Pada tahun 1974, suaminya tiba-tiba berkata ingin kembali ke Thailand dan berjanji untuk membawa Chong serta kedua putrinya setelah ia pulang untuk melihat situasi. Pada saat itu, ekonomi Thailand jauh lebih berkembang daripada Tiongkok. Jika mereka sekeluarga pindah ke Thailand, tentu kehidupan mereka juga akan lebih baik. Namun ternyata, suaminya tidak datang menjemput mereka setelah 3 tahun pulang. Chong kemudian membawa kedua putrinya ke Thailand untuk mencari suaminya. Begitu tiba di sana, ia melihat kenyataan yang tidak dapat diterimanya. Suaminya menikah lagi dengan wanita lain di Thailand dan memiliki seorang putra.
Akhirnya terbongkar kalau suaminya menikah lagi karena mereka tidak memiliki anak laki-laki. Di Thailand, poligami juga diperbolehkan, sehingga keluarga suaminya membiarkannya untuk memiliki istri kedua. Tapi bagi Chong, ini merupakan pukulan yang berat bagi martabatnya. Walaupun ia harus menerima suaminya berpoligami, tapi di bawah pemikiran kuno yang lebih mementingkan anak laki-laki dibanding anak perempuan, ia dan kedua putrinya sudah pasti akan menerima perlakukan yang tidak adil. Akhirnya ia pun pergi meninggalkan suaminya beserta kedua putrinya dengan modal uang 200 dolar (sekitar Rp 400 ribu) di dompet.
Ketika transit di Hong Kong, ia menemukan bahwa ia tidak mampu lagi membeli tiket kembali ke Tiongkok. Ia dan putrinya pun terdampar di jalanan yang asing. Ia merasa sangat putus asa, tapi begitu memikirkan kedua anak perempuannya, ia pun bangkit lagi dan berusaha untuk tetap tegar.
Setelah bertanya sana sini, Chong menyewa sebuah kamar kecil seluas 4 meter persegi di Causeway Bay. Untuk mencari nafkah, ia hanya tidur selama empat jam sehari, dan menghabiskan sisa waktunya untuk bekerja.
Namun, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Chong tidak sengaja terluka saat bekerja, dan bosnya yang tidak bertanggung jawab bukan hanya tidak membayar biaya pengobatannya, tetapi juga membuat alasan untuk tidak membayar upah dan memecatnya. Untungnya, dengan bantuan pengacara yang baik, ia berhasil mengambil kembali upahnya 4.000 dolar (Rp 8 juta) dan biaya kompensasi sebesar 30.000 dolar (Rp 60 juta). Namun, Chong hanya mengambil kembali upahnya, tidak mengambil kompensasinya. Ia berkata bahwa “martabat lebih penting daripada uang”.
Karena kesehatannya menurun, Chong tidak bisa lagi bekerja seperti sebelumnya. Suatu kali, dia membuat pangsit untuk menjamu teman-temannya, dan ternyata semua teman-temannya memuji pangsit yang ia buat, enak katanya.
Kemudian atas saran seorang teman, ia pun memulai bisnis berjualan pangsit di pinggir jalan dengan bantuan dua putrinya. Tidak ada yang menyangka bahwa dari situlah, bisnisnya maju terus hingga sekarang sudah diekspor ke berbagai negara.
Karena enak, pangsitnya dengan cepat menjadi terkenal di Hong Kong. Orang-orang rela antri panjang demi makan semangkuk pangsit buatannya.
Pada tahun 1983, pemilik Department Store Jepang Daimaru tiba-tiba datang ke Chong dan berkata bahwa ia ingin berinvestasi dalam bisnis pangsitnya dan memasarkannya di supermarket. Awalnya Chong menolak dengan tegas, namun pada akhirnya, setelah perusahaan itu terus berkompromi, akhirnya Chong setuju untuk memproduksi pangsit beku dengan merek “Wanchai Wharf” dan masuk ke supermarket.