Pengamat Politik Unsri : 2 Alasan MY Pisah Dengan HD

--

PALEMBANG, KORANRADAR.ID - Keputusan Mantan Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya memastikan bakal bertarung dalam pilgub Sumsel menghadapi Herman Deru mengejutkan masyarakat Sumsel dengan mengandeng mantan walikota Palembang 2 periode Harnojoyo. 

Namun pengamat menilai keputusan MY tidak lain karena ada peluang besar untuk meraih kemenangan pada Pilgub November mendatang.

Pengamat politik Universitas Sriwijaya (Unsri) Haekal Al Haffafah ada dua peristiwa politik yang menjadi alasan Mawardi memilih lepas dari Herman Deru. Pertama, melemahnya kekuatan politik Herman Deru yang ditandai dengan gagalnya Samantha dan Yasir ke DPRD RI dari Dapil Sumsel I dan Dapil Sumsel II

Menurut Haekal, ada empat partai besar yang secara matematis meraih suara mayoritas di level legislatif DPRD Provinsi Sumsel. Yakni Golkar, Gerindra, Nasdem, dan PDIP. Empat partai ini akan sangat menentukan kompetisi politik menjelang Pilkada Sumsel 2024.

Majunya Mawardi Yahya dan Harnojoyo di Pilgub Sumsel 2024 secara politik dinilai cukup tepat waktu. Tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.

"Hanya rasionalisasinya bisa dipahami bahwa menarik Harno sebagai bacawagub adalah langkah strategis mengingat pengalaman Harno sebagai wali kota. Kemudian basis pendukung Harno di Palembang (sebagai lumbung suara terbesar) dan wilayah asal Harno dengan ceruk pemilih Lahat dan Pagar Alam memiliki ikatan kedaerahan yang kuat. Ditambah Syahrial Oesman sebagai panglima kampanye,"kata Haekal, Kemarin 13 Maret 2024.

Menurut Haekal, ada dua peristiwa politik yang menjadi alasan Mawardi memilih lepas dari Herman Deru. Pertama, melemahnya kekuatan politik Herman Deru yang ditandai dengan gagalnya Samantha dan Yasir ke DPRD RI dari Dapil Sumsel I dan Dapil Sumsel II.

"Beberapa tokoh faham bahwa Mawardi adalah sosok piawai dalam politik. Langkah itu sudah dihitung, termasuk kalkulasi dukungan parpol pengusung,"ujarnya.

Kedua, positioning NasDem yang mengambil garis oposisi sehingga kemudian menjadi common enemy atau musuh bersama bagi koalisi pendukung Jokowi dan Prabowo-Gibran.

"Di luar dari semuanya juga mesti melihat dinamika politik nasional apakah Prabowo-Gibran akan menang, kemudian parpol apa saja yang akan masuk kabinet, apakah parpol yang kalah pilpres akan mengambil sikap oposisi atau jutru melunak dengan masuk ke kabinet. Dinamika nasional itu akan tergambar dalam sikap-sikap politik parpol tentu akan mempengaruhi penentuan pasangan calon menjelang dinamika politik Pilkada 2024," tukasnya. (zar)

Tag
Share