Meski Sakit, Haji Halim Tetap Hadiri Sidang di PN Palembang

Tim Kuasa Hukum Haji Halim menyampaikan usai sidang kepada awak media-Dokumen-

PALEMBANG KORAN RADAR, ID- Ketua Tim Kuasa Hukum Kms H Abdul Halim Ali (88) DR Jan Maringka, mengatakan, adanya sejumlah kejanggalan dan dugaan rekayasa hukum dalam proses persidangan kliennya yang terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan lahan jalan tol Betung Tempino-Jambi.

Hal ini diungkapkan Jan Maringka, saat dibincangi usai sidang di PN Tipikor Palembang, Kamis 4 Desember 2025

Jan Maringka mengatakan, berbagai kejanggalan itu diantaranya, waktu pelimpahan perkara yang terkesan terburu-buru, hanya seminggu sebelum berlakunya KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang baru, yang dianggap lebih memihak pada perlindungan hak asasi manusia.

 

"Haji Halim tidak pernah diperiksa sebagai saksi, apalagi sebagai tersangka, sebelum dakwaan dilimpahkan. Hal ini menjadi catatan kita, klien kami tidak mengerti mengenai proses ini," kata Jan.

 

"Demi menghormati kasus hukum yang menimpanya, Haji Halim tetap hadir meskipun menggunakan peralatan medis dan didampingi tim dokter," kata Jan 

 

Ia menduga dalam kasus yang menimpa Haji Halim dipenuhi manipulasi dan dan penyelundupan hukum dengan tujuan utama agar perkara ini jadi diproses, terbukti dari perubahan dakwaan dari dakwaan pertama menjadi dakwaan ketiga, yang disebutnya sebagai rekayasa hukum.

Jan Maringka menegaskan, bahwa perkara ini adalah mengenai pembebasan lahan untuk kepentingan umum, di mana seharusnya tanaman dan tumbuhan sawit yang telah tumbuh puluhan tahun mendapatkan ganti rugi.

"Jika terjadi keragu-raguan mengenai pihak yang memiliki hak atas lahan, seharusnya dilakukan metode konsinyasi. Namun, hingga saat ini, tidak ada pihak lain yang mengaku memiliki lahan tersebut," katanya.

BACA JUGA:APBD Palembang 2026 Belum Disahkan, PBB Sumsel Dukung Penuh Walikota Palembang Ratu Dewa

Selain itu, ia menjelaskan, patok BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang menunjukkan bahwa papan sita yang dipasang oleh penyidik berada di dalam lahan HGU (Hak Guna Usaha) milik Haji Halim. Hal ini memperkuat dugaan bahwa tanah itu bukan tanah negara

"Kalau dikatakan ada kerugian negara, Rp 127 miliar. Itu adalah asumsi semata. Sampai hari ini kami belum menerima dasar perhitungan kerugian tersebut. Perhitungan itu dikatakan berasal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atau appraisal yang kemudian diambil alih oleh BPKP, intinya kerugian negara harus nyata," katanya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan