OJK Dorong Literasi Keuangan, Gerakan Nasional Cerdas Keuangan Sentuh 200 Juta Peserta

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi di Jakarta--

JAKARTA, KORANRADAR.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gernas Cerdas Keuangan) telah menjangkau lebih dari 200 juta peserta di seluruh Indonesia hingga Oktober 2025. Sejak pertama kali diluncurkan pada Agustus 2024, program ini telah digelar dalam 42.121 kegiatan literasi dan edukasi keuangan di berbagai daerah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan bahwa program literasi dan edukasi keuangan ini dirancang untuk membantu masyarakat mengelola keuangan secara bijak, tangguh, dan berkelanjutan.

“Tentu saja ini memerlukan orkestrasi, sinergi, dan kolaborasi yang terus menerus antara seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, 15 November 2025.

Friderica menjelaskan, sasaran program literasi dan edukasi keuangan OJK sangat luas, mulai dari masyarakat umum hingga generasi muda yang tengah merencanakan masa depan finansial. Melalui Gernas Cerdas Keuangan, OJK mendorong generasi muda agar tidak lagi sekadar mencoba-coba (trial and error) dalam mengelola uang, tetapi mampu menyusun rencana keuangan yang terarah dan terukur.

Ia berharap semakin banyak anak muda Indonesia yang memiliki kesadaran dan kemampuan mengelola keuangan, mulai dari menabung, berinvestasi secara legal dan aman, hingga memahami risiko-risiko keuangan di era digital.

Meski demikian, Friderica mengakui masih banyak tantangan dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Salah satunya maraknya penipuan (scam) yang menyasar masyarakat dengan berbagai modus.

Mengutip data Indonesia Anti-Scam Center hingga November 2025, ia menyebut total kerugian masyarakat akibat penipuan yang dilaporkan telah mencapai Rp7,3 triliun, dengan lebih dari 323 ribu laporan. Jika dibandingkan dengan negara lain yang rata-rata menerima 150–200 laporan penipuan per hari, Indonesia mencatat 800–1.000 laporan per hari.

“Di kita, sehari kita bisa terima 800–1.000 laporan masyarakat yang terkena scam,” ungkapnya.

Modus penipuan yang sering terjadi antara lain penipuan transaksi belanja online yang telah menembus lebih dari 58 ribu laporan. Selain itu, terdapat modus telepon palsu dan penipuan investasi yang memanfaatkan situasi darurat maupun kedekatan emosional.

“Berpura-pura menjadi teman kita, saudara kita, berpura-pura mengalami kecelakaan dan lain-lain, yang kemudian meminta (uang) dan tidak memberikan kesempatan kepada orang untuk berpikir secara rasional, karena panik dan sebagainya,” jelas Friderica.

Melihat tingginya angka penipuan, OJK menegaskan bahwa peningkatan literasi keuangan menjadi pekerjaan rumah besar yang harus terus digenjot melalui berbagai kanal sosialisasi, edukasi langsung, hingga kampanye digital.

“Masyarakat juga harus semakin waspada, harus mampu membentengi dirinya sendiri agar tidak terjebak ke dalam jebakan seperti scam atau investasi bodong,” tegasnya.

Sejalan dengan masifnya program edukasi, indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Hingga Mei 2025, indeks literasi keuangan nasional mencapai 66,46 persen dan indeks inklusi keuangan berada di angka 80,51 persen. Capaian ini naik dibanding 2024 yang mencatat indeks literasi keuangan 65,43 persen dan indeks inklusi keuangan 75,02 persen.

OJK berharap kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan pemerintah, pelaku industri jasa keuangan, lembaga pendidikan, komunitas, dan media dapat terus diperkuat sehingga pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan keuangan yang sehat semakin meningkat, sekaligus menekan maraknya penipuan dan praktik keuangan ilegal di tanah air.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan