September Effect, Analis Reku Ingatkan Investor Kripto Kelola Risiko

Ilustrasi, Warga mengamati pergerakan harga mata uang kripto Bitcoin (BTC) di Semarang.--

JAKARTA, KORANRADAR.ID – Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, mengingatkan para investor kripto agar tetap mengedepankan manajemen risiko di tengah fenomena musiman September Effect. Menurutnya, keputusan investasi tidak semestinya hanya bergantung pada pola historis, melainkan juga harus mempertimbangkan faktor fundamental dan makroekonomi.

“Pola musiman hanyalah salah satu indikator yang bisa diperhatikan dalam strategi investasi. Diversifikasi portofolio, misalnya dengan mengombinasikan saham AS dan aset kripto, dapat menjadi pilihan untuk mengurangi risiko,” ujar Fahmi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/9/2025).

Fahmi menambahkan, bagi investor konservatif yang baru masuk ke pasar kripto, aset berkapitalisasi besar seperti Bitcoin, Ethereum, XRP, dan Solana relatif lebih aman. Pasalnya, di tengah volatilitas altcoin, aset besar cenderung lebih tahan dan menjadi incaran investor institusional saat sentimen bullish menguat.

Fenomena September Effect sendiri telah lama dikenal di pasar keuangan global. Sejak awal abad ke-20, indeks utama di bursa saham Amerika Serikat, seperti S\&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJIA), kerap mencatatkan kinerja terlemah pada bulan September. Bahkan, koreksi besar seperti krisis 1929 dan 2008 juga terjadi di bulan tersebut.

Pola serupa juga tercermin di pasar kripto. Sejak 2013, rata-rata return Bitcoin pada bulan September tercatat negatif. Namun, dalam dua tahun terakhir, baik Bitcoin maupun Ethereum justru membukukan kinerja positif, meski September tetap menjadi bulan dengan rata-rata return terburuk bagi Bitcoin.

Fahmi menjelaskan, beberapa faktor diyakini memengaruhi fenomena ini, antara lain ketatnya likuiditas global pasca musim panas, rilis data ekonomi penting, hingga keputusan suku bunga The Fed yang kerap jatuh di bulan September. Selain itu, penutupan kuartal III sering mendorong investor institusional melakukan rebalancing portofolio melalui profit-taking atau tax-loss selling, yang menambah tekanan jual.

Ekspektasi negatif investor pun semakin memperkuat tren. Keyakinan bahwa harga akan turun membuat aksi jual meningkat, yang pada akhirnya memicu penurunan harga sesuai dugaan.

Namun, situasi tahun ini dinilai memiliki dinamika berbeda. Pasar kripto, khususnya Bitcoin dan Ethereum, mendapatkan sentimen positif dari aliran dana institusional melalui ETF Spot yang semakin diminati. Selain itu, jumlah uang beredar M2 di AS per Juli kembali meningkat, mencapai level tertinggi sepanjang sejarah.

“Faktor ini dapat memperkuat optimisme investor terhadap aset berisiko, seperti saham AS dan kripto. Apalagi jika The Fed memutuskan menurunkan suku bunga pada pertemuan FOMC pertengahan September nanti,” pungkas Fahmi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan