GEGER LAMPUNG! Belum Sah Dilantik, Oknum KONI Nekat Lantik Ketua Perwosi: Langgar Aturan, Ada Apa Ini?!

Dunia olahraga Lampung tengah digegerkan oleh aksi kontroversial Wakil Ketua Umum II KONI Provinsi Lampung, Agusria, yang secara sepihak melantik Irene Fransisca Giri sebagai Ketua Perwosi Provinsi Lampung beserta jajaran pengurusnya. Kejanggalan ini sem--
BANDARLAMPUNG, KORANRADAR.ID – Dunia olahraga Lampung tengah digegerkan oleh aksi kontroversial Wakil Ketua Umum II KONI Provinsi Lampung, Agusria, yang secara sepihak melantik Irene Fransisca Giri sebagai Ketua Perwosi Provinsi Lampung beserta jajaran pengurusnya. Kejanggalan ini semakin mencuat karena Agusria sendiri diketahui belum resmi dilantik sebagai pengurus KONI.
Pelantikan Tanpa Kewenangan: Melangkahi Aturan Organisasi
Pelantikan yang digelar siang tadi dinilai banyak pihak sebagai tindakan yang melangkahi kewenangan dan menabrak aturan organisasi yang berlaku.
Perwosi (Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia) merupakan organisasi fungsional yang berada di bawah pembinaan langsung PB Perwosi Pusat, bukan di bawah komando atau struktur KONI provinsi.
BACA JUGA:KONI Lampung Terancam: Pengurus Baru Diduga Langgar AD/ART, Legitimasi Dipertanyakan!
“Ini lucu sekaligus memprihatinkan. Belum dilantik sudah melantik. Padahal yang berwenang melantik adalah Ketua Umum PB Perwosi, Ir. Ny. Tito Karnavian, atau pejabat yang ditunjuk secara resmi,” ujar Edy Purnomo, mantan Sekretaris IPSI yang juga pengurus KONI Lampura.
Menurut Edy Purnomo, secara struktural, KONI hanya memiliki fungsi koordinatif terhadap organisasi fungsional seperti Perwosi, bukan memiliki hak komando. Ia menegaskan bahwa bahkan dalam cabang olahraga prestasi sekalipun, KONI daerah tidak berwenang melantik pengurus provinsi. Pelantikan yang sah hanya dapat dilakukan oleh Ketua Umum PB cabang olahraga bersangkutan yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK).
Perwosi: Organisasi Fungsional yang Mandiri
"Perwosi itu bukan organisasi olahraga prestasi, melainkan fungsional. Dalam tradisi dan ketentuan organisasi, Ketua Perwosi Provinsi biasanya dijabat oleh istri kepala daerah untuk memudahkan sinergi dengan program daerah. Jadi jelas tindakan ini tidak sesuai aturan,” tambah Edy.
Tindakan ini memunculkan pertanyaan besar di kalangan penggiat olahraga Lampung: apakah ini murni kekeliruan, atau ada motif lain di baliknya? Keberadaan calon Ketua Umum KONI Lampung dan calon Wakil Ketua Umum I yang seharusnya lebih memahami permasalahan struktural dan aturan organisasi ini juga dipertanyakan. "Atau hanya mau tampil tapi tidak mengerti terhadap aturan Organisasi," tutup Edy Purnomo. Kontroversi ini diharapkan menjadi pembelajaran penting untuk menjaga tatanan dan aturan dalam organisasi olahraga di Lampung.