OJK Sebut Standar Pelaporan Keuangan Transparan Cegah Praktik Greenwashing

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara.--

JAKARTA,KORANRADAR.ID  -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan perlunya standar pelaporan keuangan yang lebih transparan untuk mencegah praktik "greenwashing" sehingga diharapkan alokasi modal, investasi dan pembiayaan benar-benar diarahkan pada keberlanjutan lingkungan.Greenwashing adalah sebuah strategi untuk membuat orang percaya bahwa suatu perusahaan menjalankan praktik melindungi lingkungan atau ramah lingkungan yang sebenarnya tidak dilakukannya.

 

“Pertumbuhan pesat produk keuangan berkelanjutan menyadarkan kita atas kebutuhan mendesak akan perlunya standar pelaporan keuangan yang lebih transparan untuk mencegah klaim ramah lingkungan yang menyesatkan yang dikenal sebagai praktik 'greenwashing',” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara di Jakarta, Kamis.

Dalam Webinar The Greenwashing Trap: How to Build Public Awareness, Mirza menuturkan greenwashing adalah praktik memasarkan produk atau jasa keuangan yang seolah-olah ramah lingkungan atau selaras dengan mitigasi perubahan iklim dibandingkan kondisi faktualnya.

Menurut dia, dibutuhkan transparansi dari industri jasa keuangan yang perlu diimbangi dengan pemahaman publik atas praktik greenwashing. OJK menyakini transparansi yang lebih baik akan menjadi fondasi dalam menjaga kredibilitas dan keberlanjutan produk keuangan hijau di pasar global.

Otoritas Jasa Keuangan berkomitmen penuh untuk mendorong kemajuan keuangan berkelanjutan. OJK telah memiliki serangkaian kebijakan dan panduan dalam meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam mendorong keuangan berkelanjutan di Indonesia.Baca juga: OJK: Perlu batas atas emisi industri tingkatkan perdagangan karbonBaca juga: OJK lantik pimpinan baru satuan kerja dan kepala OJK daerah

Pada 2017, OJK menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 51 Tahun 2017 tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik.

POJK tersebut antara lain mengatur tentang kewajiban penerapan prinsip keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik, dan kewajiban penyampaian rencana aksi keuangan berkelanjutan.

POJK itu juga mengatur tentang kewajiban menyampaikan laporan berkelanjutan (sustainability report) bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik. POJK tersebut juga mewajibkan kepada industri jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Pada 2024, OJK dengan didukung oleh pemangku kepentingan menerbitkan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia yang merupakan transformasi dari Taksonomi Hijau Indonesia. Taksonomi digunakan sebagai panduan untuk meningkatkan alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung target Net Zero Emission.OJK juga telah menerbitkan panduan Climate Risk Management and Scenario Analysis (CRMS) sebagai bentuk dukungan kebijakan dari OJK untuk pengelolaan risiko perubahan iklim.

CRMS merupakan kerangka terpadu yang meliputi aspek tata kelola, strategi, manajemen risiko, dan pengungkapan untuk menilai ketahanan model bisnis dan strategi bank dalam menghadapi perubahan iklim dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

Lebih lanjut, Mirza mengatakan penanganan praktik greenwashing di sektor jasa keuangan di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif daripada sekadar regulasi.Baca juga: OJK dinilai lakukan langkah baik selama transisi pengawasan kriptoBaca juga: IASC selamatkan Rp7,8 miliar dana dari penipuan transaksi keuangan

Kerja sama antar-regulator, lembaga jasa keuangan, investor, masyarakat luas atau kolaborasi antara seluruh pemangku kepentingan dibutuhkan untuk memastikan akuntabilitas dan keberlanjutan dapat diukur dengan lebih membumi daripada laporan keberlanjutan yang disampaikan oleh industri jasa keuangan. (ant)

Tag
Share