Salah satu cerita rakyat yang terkenal adalah kisah Putri Meng Jiang, yang bercerita tentang seorang wanita yang tidak berhasil mencari sisa-sisa jenasah suaminya di antara tulang-tulang para pekerja paksa. Kisah ini diyakini menggambarkan kebiadaban peraturan Kaisar Qin yang kejam. Namun penulis Feng Menglong dari Dinasti Ming meluruskan permasalahan ratusan tahun yang lalu: Putri Meng Jiang memang benar ada, tetapi ia adalah istri seorang jenderal dari negara Qi, dan sang jenderal telah meninggal karena mempertahankan benteng Tembok Besar dari serangan pasukan musuh, jadi sang jenderal bukan meninggal karena membangun dinding Tembok Besar.
Bentuk Tulisan dan Jalan
Kaisar Qin berbuat banyak untuk memastikan bahwa Tiongkok tidak akan pecah setelah kematiannya. Yang paling terkenal, beliau memberlakukan sistem penulisan yang standar dan ruas-ruas jalan yang akan terus digunakan selama ribuan tahun.
Karakter Tiongkok, yang digunakan sejak zaman dahulu kala, distandarisasi di bawah pemerintahan Qin ke dalam sapuan kuas yang masih terbaca oleh pembaca modern. Tidak ada perubahan besar yang dilakukan oleh Kaisar Qin untuk bentuk karakter ini, sampai terjadi reformasi di tahun 1950 oleh pemerintah komunis yang mengamanatkan penyederhanaan tulisan karakter Tiongkok. Karakter tradisional Tiongkok masih digunakan di Taiwan dan Hongkong.
Standarisasi karakter Tiongkok membawa pengalaman berbangsa. Sistem revolusioner Qin juga dilakukan dengan membangun ruas-ruas jalan yang secara fisik menghubungkan wilayah yang luas dari kekaisaran Qin. Kaisar Qin yang aktif melakukan inspeksi keliling wilayah kekuasaannya, menginginkan jalan raya yang besar yang tampak di depan matanya selama ia melintasi jalan pedesaan yang sudah tua.
Merambah keluar dari ibukota Kekaisaran Qin di Xianyang (kota modern Xi’an), jalan raya ini diperluas sampai ke Mongolia bagian Dalam, Semenanjung Shandong di sebelah timur, yang sekarang ini kita kenal sebagai Guangzhou di sebelah selatan, dan Gansu yang modern di sebelah barat.
Sebuah jalan raya di zaman Dinasti Qin dibangun dengan campuran kapur dan kerikil yang dibagi menjadi tiga bagian utama, dengan “jalur kekaisaran” di tengah. Jalan distandarisasi untuk kereta dengan ukuran lebar tertentu, dan ruas-ruas jalan menembus pegunungan tinggi di daerah terpencil. Catatan dari Dinasti Han mengatakan bahwa jalan raya memungkinkan untuk melakukan perjalanan lebih dari seratus mil setiap hari.
Kaisar Qin menetapkan subdivisi dari prefektur dan kabupaten, dan cenderung hati-hati untuk tatalaksana dan pengembangan dalam menaklukan wilayah lain. Hal ini meletakkan dasar politik dan budaya yang kuat selama peradaban Tiongkok dua ribu tahun sesudahnya.
Qin meniadakan posisi raja dan menetapkan bahwa otoritas kaisar adalah karunia dari Surga di dunia fana. Permaisuri Kaisar Qin bukanlah istri yang pertama di antara banyak istri, namun seorang wanita yang memberi teladan dan bertanggungjawab atas semua selir kekaisaran dan istana.
Sebagai pewaris hukum tahta, putra mahkota kerajaan adalah satu-satunya orang yang memperoleh jabatannya melalui suksesi turun-temurun. Posisi raja dan kaum feodal ditiadakan dan diganti dengan pejabat dan menteri yang ditunjuk oleh Kaisar Qin. Tiga tuan (di antaranya ada satu kanselir) dan sembilan menteri bertanggungjawab secara langsung kepada kaisar dan memegang tanggungjawab untuk berbagai departemen administrasi yang bertanggungjawab dalam pemerintahan, pengawasan, dan keadilan. Tiga kategori yang berbeda ini untuk membatasi korupsi dan pertikaian antara birokrasi.
Selama 2.000 tahun dari masa Dinasti Qin ke akhir Dinasti Qing pada tahun 1911, semua dinasti, tanpa memandang budaya dan asal-usulnya, mewarisi sistem kekaisaran yang didirikan oleh Kaisar Pertama. (era)