PALEMBANG, KORANRADAR.ID – Kuasa hukum Indriana Angdrial, Sapriadi Syamsudin, M.H, angkat bicara menanggapi laporan yang dibuat Ilyas Harmi terkait klaim kepemilikan tanah di Jalan Poros Desa Sungai Kedukan, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin. Ia menegaskan bahwa secara hukum, tanah yang disengketakan bukan lagi menjadi hak pihak pelapor.
Sapriadi menjelaskan, tanah yang kini diklaim milik Ilyas sudah lama berproses di ranah perdata. “Tanah yang jadi permasalahan ini, yang diklaim milik mereka, faktanya tidak sah secara hukum dan klien kitalah secara sah memiliki tanah ini,” ujarnya di Palembang.
Menurutnya, sejak tahun 2015 objek tanah tersebut telah melalui proses hukum perdata, mulai dari pemeriksaan, pengecekan, hingga eksekusi oleh pengadilan. Eksekusi tersebut, kata Sapriadi, membawa konsekuensi hukum terhadap seluruh objek yang berada di atas lahan sengketa.
“Eksekusi sendiri merupakan segala sesuatu yang melekat bahkan yang ada di lokasi objek, baik itu pondasi dan apapun itu, sudah hangus haknya oleh negara. Hal ini sesuai dengan keputusan pengadilan,” jelasnya.
Ia menilai, jika pihak lawan tetap merasa memiliki tanah tersebut, hal itu menjadi hak mereka secara pribadi. Namun, yang menjadi rujukan adalah regulasi dan putusan pengadilan. “Kalau dia merasa memiliki itu hal mereka, tapi regulasi yang benar itu bagaimana hukum memproses tentang kepemilikan dan terbukti itu melalui putusan pengadilan,” tambahnya.
Sapriadi juga menanggapi laporan polisi yang diajukan pihak Ilyas, termasuk tuduhan pengrusakan di lokasi tanah. Menurutnya, laporan-laporan tersebut tidak dapat dilanjutkan karena status tanah sudah jelas pasca eksekusi pengadilan.
“Keperdataan tidak puas, mereka melakukan pelaporan di 2024 dan dihentikan lidiknya. Kemudian di 2025 ini unit Harda Polda Sumsel juga menghentikan proses lidik,” ungkapnya. Ia menyebut, belakangan pihak lawan kembali melaporkan dugaan pengrusakan yang ditujukan kepada pembeli tanah dari kliennya.
Padahal, imbuhnya, pembeli telah memperoleh tanah tersebut secara sah. “Kalau pengrusakan, pembeli ini secara hukum karena membeli sesudah eksekusi dan proses sudah inkrah, maka pembeli ini membelinya secara benar, tidak melanggar,” tegas Sapriadi.
Lebih jauh, ia menolak keras opini yang menyudutkan seolah-olah ada mafia tanah di lokasi tersebut. Justru, kata dia, yang perlu dipertanyakan adalah dasar penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) milik pihak pelapor.
“Jangan membangun opini seolah-olah pembeli tanah atau di lokasi tanah adanya mafia tanah. Justru dipertanyakan bagaimana mereka menerbitkan SHM-nya pada saat SHM keduanya yang dibangun sedang berproses berperkara,” ujarnya.
Sapriadi menduga, proses penerbitan sertifikat yang dimiliki pihak pelapor tidaklah sempurna. “Diduga proses sertifikat yang mereka miliki tidaklah sempurna. Kita lalui proses hukum ini dengan benar dan tahapan-tahapan hukum dengan benar, jadi jangan membangun opini seolah-olah adanya mafia tanah di sini,” pungkasnya.