PALEMBANG, KORANRADAR.ID – Teh Tiongkok adalah warisan budaya yang mendalam. Popularitas minuman ini telah berkembang pesat sejak abad ke-4 hingga ke-8, melampaui fungsinya sebagai obat tradisional. Saat ini, sejarah teh Tiongkok menunjukkan bahwa ia telah menjadi minuman bernilai tinggi untuk penyegaran sehari-hari dan simbol sejarah, agama, dan budaya negara tersebut.
Pengendalian Kualitas Teh Kuno dan Peran Wanita Muda Dahulu, Kekaisaran Tiongkok sangat ketat dalam mengontrol persiapan dan budidaya tanaman teh. Bahkan, hanya wanita muda yang dianggap memiliki kemurnian yang diizinkan untuk memegang daun teh. Para perempuan ini dilarang mengonsumsi bawang putih, bawang merah, atau rempah-rempah yang kuat, sebab aroma yang tersisa di ujung jari mereka dikhawatirkan dapat mencemari daun teh yang berharga. Evolusi Jenis Teh: Dari Teh Hijau Menjadi Teh Hitam Hingga pertengahan abad ke-17, semua teh Tiongkok yang diproduksi adalah Teh Hijau. Namun, seiring meningkatnya perdagangan luar negeri, petani Tiongkok menemukan cara baru. Mereka dapat mengawetkan daun teh dengan melalui proses fermentasi khusus, menghasilkan Teh Hitam. Teh Hitam ini terbukti lebih unggul karena mampu mempertahankan rasa dan aromanya lebih lama daripada Teh Hijau yang lebih lembut, menjadikannya ideal untuk perjalanan ekspor jarak jauh ke negara lain. BACA JUGA:Kelenteng Hok Siong Tong Palembang Gelar Ritual Agung HUT Dewa Ng Cai Sua Ong BACA JUGA:Kelenteng Hong Khaw Keng Gelar Ritual HUT Bu Kit Cun Ong BACA JUGA:Sembahyang Kue Bulan Meriah di Pulau Kemaro Palembang Perkembangan Metode Pengolahan Teh Tiongkok Metode produksi teh telah melalui banyak evolusi:Sebelum Dinasti Ming (abad ke-14): Teh diproduksi dengan cara mengukus daun teh dan mengompresnya menjadi berbagai bentuk. Saat itu, hanya ada teh hijau mentah yang rasanya jauh lebih pahit dan astringen, serta mengiritasi perut.
Dinasti Tang (abad ke-9): Metode berubah. Teh tidak lagi direbus, melainkan dipanggang di atas api.
Dinasti Song: Teh mulai digiling dan diaduk dengan air. Inovasi Shaqing untuk Mempertahankan Kesegaran Teh Hijau Teh yang biasa kita seduh saat ini (sejak abad ke-14) diproduksi dengan metode yang sangat berbeda. Untuk mempertahankan rasa segar dan warna hijau yang kaya dari daun teh yang baru dipetik, daun teh kini digoreng dalam mangkuk khusus.
Proses ini dikenal dengan nama Shaqing (Hanzi: 杀青 , Pinyin: Shāqīng). Tujuan utama dari pengeringan tercepat ini adalah untuk menghentikan semua oksidasi alami di dalam daun, melestarikan getah teh, dan menghindari fermentasi. Ciri Khas dan Penyimpanan Teh Hijau Jika teh kehilangan warna hijau dan rasa segarnya, kondisi ini dianggap tidak lagi "hijau." Semua Teh Hijau yang berkualitas sering disebut sebagai Tiga Hijau (Hanzi: 三青 , PInyin: Sān qīng), merujuk pada warna hijau daun kering, minuman, dan ampas tehnya. Teh hijau yang baik harus memiliki rasa astringen yang segar, aroma creamy, dan aftertaste manis.
Untuk mempertahankan kualitasnya, cara menyimpan teh hijau harus diperhatikan. Karena mudah mengalami kerusakan enzimatik alami oleh oksidasi, teh hijau paling baik disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam wadah kedap udara atau bahkan di lemari es. (tio)
Kategori :