KAYUAGUNG, KORANRADAR.ID – Polemik tidak dinonaktifkannya Kepala Desa Pematang Panggang, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), berinisial IH, meski telah berstatus sebagai terdakwa kasus dugaan ijazah palsu, mendapat tanggapan dari tim penasihat hukum sang kades.
Melalui pernyataan resmi, kuasa hukum dari Kantor Hukum Putra Penutup, Novi Yanto dan Andi Wijaya, membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebut Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) OKI keliru dalam menyikapi status hukum klien mereka.
“Kami menilai sikap Dinas PMD OKI sudah tepat dan proporsional. Tidak ada kekeliruan dalam langkah administratif yang diambil, karena proses hukum klien kami masih berjalan dan belum inkrah,” tegas Novi Yanto, kemarin.
Pernyataan ini sekaligus membantah adanya komentar yang sebelumnya menyebut bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa yang telah menjadi terdakwa atas perkara pidana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun, seharusnya diberhentikan sementara.
Namun, menurut tim kuasa hukum IH, penafsiran tersebut terlalu sempit dan tidak mempertimbangkan asas-asas fundamental dalam hukum Indonesia.
"Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) harus tetap dijunjung tinggi. Klien kami belum tentu bersalah dan saat ini tengah menjalani proses hukum yang masih bergulir. Tidak seharusnya ada tekanan untuk memberhentikan secara tergesa-gesa,” jelas Andi Wijaya.
Pihaknya juga menegaskan bahwa IH adalah korban dalam kasus ini. IH telah melaporkan dugaan tindak pidana penipuan terkait ijazah yang digunakan saat mencalonkan diri sebagai kepala desa.
“Perlu kami sampaikan bahwa klien kami sudah melaporkan kasus penipuan ini ke pihak kepolisian, dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/185/IV/2025/SPKT/Polres OKI/Polda Sumsel, tertanggal 10 April 2025,” imbuhnya.
Lebih lanjut, meskipun IH masih tercatat sebagai kades aktif secara administratif, kuasa hukum menegaskan bahwa fungsi dan kewenangannya telah dibatasi secara signifikan.
“Klien kami saat ini tidak bisa melakukan pencairan Dana Desa maupun ADD. Artinya, kendali strategis dan fiskal sudah dibekukan, dan ini bentuk kehati-hatian dari PMD OKI,” tutur Novi Yanto.
Terkait Pasal 41 UU Nomor 6 Tahun 2014 yang kerap dijadikan dasar pemberhentian sementara, tim hukum menyatakan pasal tersebut tidak bersifat otomatis. Kebijakan pemberhentian harus mempertimbangkan asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum.
“Setiap kepala daerah memiliki diskresi dalam menetapkan kebijakan, termasuk mempertimbangkan faktor sosial dan stabilitas desa. Norma hukum tidak hanya tertulis, tetapi juga menyangkut etika dan pertimbangan kemaslahatan,” pungkasnya.
Dinas PMD OKI sendiri sebelumnya menegaskan bahwa tindakan lebih lanjut akan diambil setelah proses hukum terhadap Kades IH berkekuatan hukum tetap. Sementara itu, pembatasan kewenangan telah diberlakukan sebagai bentuk tanggung jawab administratif sambil menghormati proses hukum yang berjalan. (eml)