JAKARTA, KORANRADAR.ID - Deputi Direktur Direktorat Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nasirullah menyarankan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) tak menolak nasabah yang berpotensi melakukan tindakan pencucian uang.
Menurut Nasirullah, jika nasabah itu ditolak justru berpotensi mengalihkan uang hasil tindak pidananya ke PJK lain yang tidak memiliki kesadaran tinggi untuk memperhatikan aktivitas nasabah itu.
“Ada PJK yang mau menerima nasabah berisiko tinggi. Ini mereka akan menghadapi risiko antara lain, misalnya terpapar risiko untuk terkena delik tindak pidana juga ke depannya, dituduh bekerja sama dan lain-lain,” kata Nasirullah dalam Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara di Jakarta, Kamis.
Namun demikian, PJK bisa memitigasi dampak dari menerima nasabah yang berisiko melakukan tindak pidana pencucian uang, melalui customer due diligence dengan melaporkan transaksi mencurigakan kepada PPATK.
Dengan demikian, uang yang dicurigai sebagai hasil dari tindak pidana akan lebih mudah dilacak sehingga penindakan hukum berikutnya juga lebih mudah.
Sementara itu, apabila PJK menolak nasabah yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang, nasabah itu justru bisa menggunakan sarana di luar sistem keuangan, yang mengakibatkan tindak pidananya akan semakin sulit dilacak.
“Dana tindak pidana yang sulit dilacak akan semakin menyulitkan tindakan hukum berikutnya, seperti perampasan, penyitaan, atau pengembalian kerugian negara,” katanya.
Adapun OJK telah menelurkan Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucisn Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
Aturan ini menjadi dasar bagi PJK untuk melakukan penundaan transaksi, penghentian sementara transaksi, penolakan transaksi, hingga pemblokiran rekening yang diduga berkaitan dengan aktivitas pencucian uang.
Sebelumnya Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan telah menghentikan transaksi pada 1.914 rekening keuangan yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan terorisme sepanjang Januari-Oktober 2023.
Menurut Ivan, penghentian transaksi itu diperlukan untuk mengamankan hasil tindak pidana pencucian uang agar tidak disalahgunakan. (ant)