JAKARTA, KORANRADAR.ID - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan Indonesia menyumbang 30 persen pekerja pabrik jenama alas kaki dan pakaian ternama Nike serta Adidas, sehingga menandakan daya saing manufaktur domestik diakui dunia.
"Indonesia sekarang menyumbang hampir 30 persen dari total tenaga kerja pabrik global Adidas dan Nike. Ini bukti nyata daya saing industri manufaktur kita semakin diakui dunia," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta. Senin, 17 Maret 2025.
Dikatakannya, hal ini tak hanya mempertegas posisi Indonesia sebagai pusat manufaktur kelas dunia, tetapi juga menghadirkan peluang lapangan kerja yang semakin luas bagi tenaga kerja di tanah air.
Ia menyatakan, Indonesia juga berhasil menarik lebih banyak alokasi produksi dari dua raksasa global tersebut, bahkan menggeser pusat produksi dari negara-negara seperti China, Vietnam, dan Kamboja.
Pihaknya mencatat di sektor alas kaki, sebanyak 7.644 tenaga kerja baru direkrut pada tahun 2024, angka ini naik 3 persen secara tahunan (year on year), sehingga menjadikan jumlah tenaga kerja di industri ini mencapai 271.774 orang.
Sementara di sektor pakaian, pertumbuhan perekrutan lebih pesat dengan penambahan 10.013 pekerja baru, atau melonjak 30 persen di banding tahun sebelumnya, dengan total tenaga kerja menjadi 36.409 orang.
Lebih lanjut, Febri menyampaikan sebagian besar pabrik pemasok NIke dan Adidas di Indonesia dimiliki oleh investor asing, utamanya dari China, Korea Selatan, dan Taiwan.
Para investor tersebut semakin aktif menambah tenaga kerja untuk meningkatkan kapasitas produksi. Misalnya, Ontide dari Korea Selatan dan Korrun dari Vietnam.
Di sisi lain, PT Pancaprima Ekabrothers mengalami penurunan jumlah pekerja sebesar 10,9 persen, sementara Adidas tengah menjajaki pembukaan pabrik baru di Indonesia lewat mitra lokal seperti PT Adonia dan PT Aroma.
Kemenperin mencatat, kinerja ekspor alas kaki dan pakaian terus meningkat sepanjang tahun 2024. Total ekspor alas kaki dan pakaian Indonesia pada periode tersebut menyentuh angka 11,2 miliar dolar AS atau Rp182,8 triliun (kurs Rp16.325).
Menurut Febri, pihaknya melihat tren positif ini sebagai peluang besar bagi penguatan industri dalam negeri. Tidak hanya meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan memberikan multiplier effect yang besar.
"Kami berkomitmen untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, dan memperkuat infrastruktur industri agar Indonesia semakin menjadi mitra strategis dalam rantai pasok global," kata Febri. (ant)