PALEMBANG, KORANRADAR.ID - DUA tahun lalu tepatnya pada 16 Februari 2023, GAPKI dan JAPBUSI mendeklarasikan komitmen dan mengembangkan sebuah wadah kerja sama antara pengusaha dan serikat pekerja di sektor sawit Indonesia yang diberi nama Jaga Sawitan (Jaringan Ketenagakerjaan untuk Sawit Berkelanjutan).
Jaga Sawitan adalah forum dialog sosial yang melibatkan pekerja/buruh dan pengusaha di sektor kelapa sawit di Indonesia. Pada 25 Februari 2025 di Jakarta, digelar acara Refleksi Dua Tahun Jaga Sawitan, dengan tema
“Buruh dalam Tata Kelola Sawit Berkelanjutan.” Dialog menghadirkan perwakilan pemerintah dari berbagai Kementerian seperti Bappenas dan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA) untuk menyampaikan pandangan tentang aspek Hak Azasi Manusia dalam tata keloka sawit berkelanjutan.
Juga hadir Country Director ILO Indonesia – Timor Leste, Simrin Singh. Dari industri sawit, hadir Ketua Bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) – GAPKI, Sumarjono Saragih.
Sumarjono Saragih mengawali dengan mengajak untuk mengingat kembali, jika Presiden Prabowo sebelumnya memperkenalkan (buku) Paradoks Indonesia, di mana Indonesia kaya tapi rakyatnya miskin. Maka di Industri sawit juga ada Paradoks Sawit Indonesia, yakni industri sawit besar tapi kecil, kita sayang tapi terus digoyang, kita puja sekakigus dicercah. Itulah wajah sawit kita.
Terlihat banyak di media sepertinya banyak sekali persoalan sawit, dalam konteks tata kelola, di samping masalah yang sudah akrab, ada kawasan hutan, pajak dan lain-lain.
Industri sawit sangat besar. Kalau kita mengikuti kemarin ada lembaga baru Danantara, sebuah lembaga untuk mengelola aset besar yang dimiliki negara yang selama ini dibawa BUMN. Aset kelolaannya Rp15.000 triliun.
Kalau kita bandingkan dengan sawit, seberapa besar sawit kalau Rp15.000 triliun sebagai referensi. Di industri sawit ada 16 juta hektare, kalau Rp100 juta per hektare berarti sudah Rp1.600 triliun. Lalu ada 16 juta pekerja, (biar muda) rata-rata (pendapatan) Rp5 juta dikali 16 juta dikali setahun sama dengan Rp1.000 triliun, sudah Rp2.600 triliun.
Perkebunan sawit menghasilkan minyak sawit untuk dalam negeri dan ekspor. Dengan menggunakan angka 2022, pendapatan negara berupa devisa dari sawit Rp600 triliun. Secara total termasuk domestik dihitung sekitar Rp1.500 triliun. Singkat cerita ada ribuan triliun juga yang bergerak, digerakkan dan menggerakkan 16 juta orang yang terlibat.
Kalau setiap orang (pekerja) punya istri atau suami satu dan anak satu. Berarti 50 juta manusia terlibat, baik di kebun, di rantai pasok, petani, buruh tani dan seterusnya. 50 juta setara dengan (penduduk) Korea Selatan. Besar industrinya, besar kontribusinya. Kebun sawit tersebar di 30-an provinsi, 168 kabupaten dan di puluhan ribu desa. Melibatkan 50 juta orang, artinya (setara) 30 persen penduduk Indonesia.
Dengan kata lain, mengurus sawit berarti mengurus Indonesia, tidak mengurus sawit tidak mengurus Indoneia. Itu provokasi saya. Tapi faktanya begitu.
Kalau kita serius mengolah sawit, tentu banyak hal yang kita dapatkan. Mengenai persoalan yang sering dibahas termasuk soal pekerja perempuan, kita selesaikan bersama.
Pada 17 Januari 2024, di Hotel Santika di daerah Slipi, saat itu masa kampanye. Ada 3 timses (capres-cawapres) memaparkan, menawarkan visi misi mereka tentang sawit Indonesia. Hampir semua sepakat mereka akan memperhatikan petani, buruh, perusahaan, dan bisnis secara keseluruhan. Melalui suatu usulan satu kelembagaan khusus, nama/bentuknya bermacam-macam ada yang disebutkan setara menteri, setara dirjen, ada yang mengatakan memperluas ruang lingkup kerja BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Itu setahun yang lalu, pertanyaannya sejauh mana janji kempanye itu sudah dilakukan.
Tidak mudah, ya. Perhatiannya sudah ada, tugas kita mendorong itu diwujudkan. Sebagaimana Danatara untuk memaksimalkan potensi aset BUMN dibangun suatu lembaga.
(Begitu pun) Untuk menjawab kebesaran sawit yang kita klaim dan kita akui, seharusnya ada perhatian yang sama. Apakah lembaga tersendiri atau apapun namanya, intinya harus ada perhatian serius dalam konteks kelembagaan.
Sejauh ini sawit diurus lebih dari 30 kementerian lembaga dengan segala peran mereka. Setiap lembaga punya kebijakan, punya inisiatif sendiri, kadang – kadang membuat kita sulit.
Tata kelola sawit sedang dalam awan yang mendung, (tapi) dari pada kita mengutuk mendung itu, mari nyalakan lilin yang kita punya, Jaga Sawitan (Jaringan Ketenagaakerjaan Untuk Sawit Berkelanjutan). Dua tahun berjalan walaupun tertati-tati, saya sering mendengar ini wadah yang bagus kalau kita isi untuk menjawab dan menyalakan lebih banyak lilin.
Buku Panduan Perlindungan Perempuan dan Anak
Isu yang sering dibahas terkait ketenagakerjaan di industri sawit adalah perlindungan pekerja perempuan dan penghapusan pekerja anak. Intinya sawit Indonesia harus melindungi hak-hak pekerja perempuan sekaligus ramah anak.
Salah satu yang didorong melalui pembuatan buku panduan praktis “Perlindungan Hak-Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit” dan buku panduan praktis “Sawit Indonesia Ramah Anak”. Kedua buku ini merupakan inisiatif GAPKI bersama sejumlah NGO dan serikat pekerja, untuk menjadi panduan bagi perusahaan anggota GAPKI dan perusahaan perkebunan sawit secara umum.
Di dalam buku panduan Praktis Perlindungan Hak-Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit, salah satu solusi perlindungan pekerja perempuan adalah Komite Gender.
Sejauh ini sudah banyak yang dipaparkan Presidensi Jaga Sawitan, satu yang kita dorong dengan membuat buku panduan perlindungan perempuan di perkebunan sawit. Salah satu solusi kongkretnya adalah Komite Gender, oleh karena itu saya usul kita konkritkan menjadi sebuah gerakan bersama pemerintah.
Komite Gender adalah lembaga kunci untuk perlindungan pekerja perempuan di perusahaan kelapa sawit. Komite ini dibentuk untuk meningkatkan kesadaran, mengidentifikasi dan mengangkat isu-isu terkait serta mendorong perbaikan kondisi kerja bagi pekerja perempuan. Tujuannya sangat jelas, bagus panduannya. Tugas selanjutnya bagaimana ini dilakukan? Peran kementerian sangat penting untuk mendorong (gerakan) ini. Jaga Sawitan berharap dari pemerintah untuk memimpin gerakan ini.
Kemudian akhir tahun lalu, delegasi Jaga Sawitan bertemu dengan parlemen Eropa yang masih nengatakan sawit Indonesia itu mempekerjakan anak. Atas dasar itu mereka mengeluarkan UU tanggung jawab korporasi yang menyangkut perlindungan HAM dan salah satu isu prioritasnya pekerja anak. Semoga tahun depan kita lihat wajah sawit Indonesia yang berbeda.
OPINI Oleh Sumarjono Saragih Chairman Founder WISPO