PALEMBANG,KORANRADAR.ID - Calon Bupati Empat Lawang, Dr. H. Joncik Muhammad, secara resmi melaporkan penyebaran informasi hoaks mengenai berita meninggalnya ke Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) dari salah satu akun Facebook.
Langkah hukum ini diambil karena berita palsu tersebut telah menciptakan keresahan di masyarakat dan berpotensi merusak reputasi beliau sebagai seorang calon kepala daerah.
Laporan ini diajukan berdasarkan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Sebagai calon bupati, Dr. Joncik Muhammad merasa dirugikan atas penyebaran informasi hoaks tersebut. Berita palsu yang menyatakan bahwa ia telah meninggal dunia tidak hanya mempengaruhi citranya, tetapi juga menciptakan kekhawatiran bagi para pendukung, relawan, dan masyarakat umum di Kabupaten Empat Lawang.
Dalam laporan yang disampaikan, Dr. Joncik menekankan bahwa tindakan penyebaran informasi yang tidak benar ini melanggar hukum, khususnya dalam konteks pemilu.
"Karena dapat menggiring opini publik yang salah dan memengaruhi dinamika politik di Empat Lawang,"kata Joncik, Jumat 8 november 2024.
Joncik Muhammad berharap agar kasus ini dapat menjadi contoh nyata bahwa hukum bisa menindaklanjuti penyebaran informasi palsu, terutama dalam konteks politik.
Sebagai calon bupati,dirinya tetap berkomitmen untuk menjalankan kampanye yang bersih dan berfokus pada program-program nyata untuk membangun Kabupaten Empat Lawang, sekaligus berharap agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menerima informasi yang beredar di media sosial dan platform digital lainnya.
Koordinator Pengacara Joncik Muhammad, Dr. Hasanal Mulkan,S.H.,M.H.,CPCLE.,CBCLS.,CPA.,CPC.,CCCLE.,CPArb.,CPM mengatakan,penyebaran berita hoaks yang menargetkan calon bupati adalah tindakan tidak bertanggung jawab yang dapat memengaruhi kepercayaan publik terhadap sistem politik dan demokrasi.
Ia menekankan pentingnya penegakan hukum agar pelaku dapat ditindak secara tegas sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan harapan, penindakan ini akan memberikan efek jera bagi penyebar hoaks lainnya.
Kepolisian dan Proses Hukum yang Diharapkan Dengan pelaporan resmi ini, Dr. Joncik Muhammad berharap Polda Sumatera Selatan dapat segera memproses dan menindaklanjuti kasus ini secara profesional dan adil.
Pengusutan ini menjadi penting, tidak hanya untuk memulihkan nama baiknya, tetapi juga demi menciptakan iklim politik yang sehat dan kondusif menjelang Pilkada. Pelaporan kasus ini juga menekankan pentingnya peran pihak kepolisian dan lembaga penegak hukum dalam menjaga kestabilan politik dan kepercayaan masyarakat terhadap calon pemimpin daerah mereka.
Sebagai tindak lanjut, tim penyidik Polda Sumsel akan melakukan investigasi mendalam guna mengidentifikasi pelaku penyebar berita bohong tersebut. Setelah pelaku berhasil ditemukan, kasus ini akan berlanjut ke tahap proses hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Proses hukum ini diharapkan akan menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya.
Peran UU ITE dalam Mencegah Penyebaran Hoaks
Kasus ini menegaskan kembali betapa pentingnya UU ITE dalam mencegah penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan di era digital. Masyarakat diharapkan dapat lebih bijaksana dalam menerima dan membagikan informasi, terutama informasi yang berkaitan dengan tokoh publik, pemimpin, atau calon kepala daerah, mengingat dampaknya yang bisa sangat luas.
Penegakan Hukum sebagai Upaya Menjaga Demokrasi Tindakan tegas terhadap penyebar hoaks dinilai penting demi menjaga integritas pilkada serta menciptakan kondisi politik yang sehat dan demokratis.
Dalam pernyataannya, Dr. Hasanal Mulkan menegaskan bahwa upaya hukum ini dilakukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Ia juga berharap masyarakat dapat teredukasi dalam menyikapi isu-isu politik, sehingga tidak mudah termakan hoaks yang bisa merugikan banyak pihak.
Hoaks dan informasi palsu secara tegas diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, yang melarang setiap orang untuk dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.”
Tindakan ini juga diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE, di mana pelaku penyebar berita bohong dapat dikenai pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
Kategori :