Tak Ada Penjelasan Survei-Metodologi, Salah Satu Paslon Klaim Unggul Dalam Survei
PENGAMAT POLITIK BAGINDO TOGAR--
PALEMBANG, KORANRADAR.ID - Suasana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Lubuklinggau semakin hari kian memanas. Di tengah kompetisi politik yang semakin ketat, muncul sejumlah klaim yang menjadi perbincangan hangat masyarakat, hingga pembahasan serius di media lokal. Salah satunya adalah klaim pasangan calon nomor urut 2, H. Rahmat Hidayat dan H. Rustam Efendi yang mengaku unggul jauh dari pesaingnya, pasangan Rodi Wijaya dan Imam Senen (RoIs).
Klaim tersebut dipublikasikan melalui berbagai media lokal, dengan menyatakan bahwa Yoppy Rustam mendapat dukungan hingga 80% dari sekitar 169 ribu pemilih yang ada di Kota Lubuklinggau. Angka yang fantastis ini sontak menjadi perbincangan publik, terutama karena disebut berasal dari hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei yang tidak jelas identitasnya. Publikasi ini mengundang tanda tanya besar karena tidak ada penjelasan mengenai waktu pelaksanaan survei, metodologi yang digunakan, jumlah responden, serta karakteristik mereka. Selain itu, survei tersebut juga tidak mencantumkan tingkat probabilitas maupun margin of error, yang menjadi indikator penting dalam validitas sebuah survei.
Pengamat politik Bagindo Togar, menjelaskan klaim yang mencuat ini justru dipandang oleh banyak kalangan sebagai upaya dari tim Yoppy Rustam untuk menjaga optimisme di tengah stabilitas elektabilitas dari lawan mereka, RoIs. Paslon RoIs dianggap telah berhasil menggalang dukungan yang solid dan konsisten di berbagai kelompok sosial di Kota Lubuklinggau. Banyak yang menilai bahwa klaim unggul dari hasil survei yang diragukan keakuratannya ini sebagai bentuk kepanikan dari tim Yoppy Rustam dalam menghadapi kekuatan elektoral rival mereka.
Menurut Bagindo, publik bertanya-tanya mengapa survei semacam ini dipublikasikan tanpa memenuhi kaidah-kaidah akademis yang semestinya menjadi landasan dalam merilis hasil survei. Sebagai kota yang dikenal dengan tingkat kemajuan pesat di wilayah Sumatera Selatan, masyarakat Lubuklinggau memiliki kecerdasan intelektual, emosional, sosial, serta spiritual yang tinggi. Langkah mempublikasikan hasil survei yang dinilai ambigu dan tidak valid justru menjadi bumerang bagi pihak yang melakukannya. Bagindo juga menilai, hasil survei ini hanya akan menarik perhatian kelompok masyarakat tertentu yang kurang kritis dan lebih mudah dipengaruhi oleh klaim tanpa dasar yang kuat.
Tidak hanya menjadi perbincangan serius, klaim ini juga memancing reaksi lucu dari masyarakat, bahkan di dunia maya. Banyak warganet yang menyebut survei tersebut sebagai "survey-surveya-an" yang lebih banyak bersandar pada keinginan daripada realitas di lapangan. Di berbagai forum, klaim unggul ini dianggap menggelitik karena dinilai tidak sejalan dengan dinamika politik yang sebenarnya terjadi di Kota Lubuklinggau. Masyarakat yang mengikuti perkembangan politik kota ini dengan saksama tentu tidak begitu saja percaya pada hasil survei yang tidak transparan.
Menariknya, klaim ini bisa menjadi senjata makan tuan bagi Paslon Yoppy Rustam, terutama jika hasil Pilkada nantinya justru menunjukkan hasil yang bertolak belakang dari ekspektasi mereka. Publikasi klaim unggul yang tidak valid bisa saja membuat citra pasangan calon ini tercoreng, terutama jika realitas menunjukkan bahwa dukungan terhadap mereka tidak sebesar yang diiklankan. Dalam kontestasi politik yang semakin terbuka dan dinamis, transparansi dan kejujuran menjadi nilai yang diharapkan oleh pemilih, bukan sekadar klaim sepihak yang sulit dibuktikan kebenarannya.
Lubuklinggau, kota yang sering disebut sebagai "Bumi Sebiduk Semare," telah menunjukkan kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Selain infrastruktur yang terus berkembang, warga kota ini juga dikenal memiliki tingkat kecerdasan dan kesadaran politik yang tinggi. Tidak heran jika upaya-upaya politik yang dianggap manipulatif atau tidak transparan sering kali mendapatkan respons kritis dari masyarakat. Masyarakat Kota Lubuklinggau tidak hanya melihat Pilkada sebagai ajang memilih pemimpin, tetapi juga sebagai proses demokrasi yang harus dijalani dengan integritas dan keterbukaan.
Klaim-klaim tanpa dasar kuat seperti ini akhirnya lebih sering menjadi bahan cemoohan daripada mampu menggerakkan dukungan nyata di lapangan. Di era digital ini, masyarakat dengan cepat mendapatkan informasi dan mampu memilah mana yang benar-benar kredibel dan mana yang sekadar "pencitraan." Jika pasangan Yoppy Rustam berharap hasil survei mereka bisa menjadi penguat dukungan, mereka harus mempertimbangkan ulang cara dan strategi yang lebih baik agar bisa diterima oleh warga yang semakin cerdas