3 Perempuan Sukses Jalankan Bisnis Kuliner, Ada yang Modalnya dari Uang Pesangon

Islamiah, pemilik Pondok Pindang Umak Km 10.--

Bermula saat menjadi karyawan  salah satu BUMN terkemuka di Kota Palembang, ia mencoba mencari usaha sampingan dengan berjualan menu nasi bakar secara online pada tahun 2014.

Usaha yang ia kelola dengan dibantu sang adik ini awalnya ia tawarkan di kalangan teman saja. Ia menerima pesanan 2 hingga 3 porsi per hari kala itu.

Seiring waktu, penjualan terus meningkat menjadi 15 sampai 50 porsi per hari. Saat ini,  ia pun kebanjiran pesanan nasi bakar hingga ratusan porsi per hari dari berbagai instansi baik untuk meeting, gathering, dan lainnya.

Hingga akhirnya, pada tahun 2021, pemilik akun Instagram @wanaka_palembang ini pun mampu membuka restoran sendiri yang berlokasi di Jalan Inspektur Marzuki Pakjo Palembang.

Kini, usaha yang ia jalankan terus berkembang dan ia pun terus menambah menu yang lebih beragam seperti menu nasi bakar dengan berbagai varian, ada varian ayam, cumi, teri pete, dan kerang pedas.

Lebih lengkap lagi, ada menu ayam bakar, ayam geprek, dan terbaru ada ayam bekakak serta nasi liwet. Ia juga menerima pesanan untuk paket nasi liwet ngampar atau lesehan untuk berbagai acara keluarga, kantor, arisan, ulang tahun, dan lainnya.

Tak hanya itu, awal November 2023 lalu, ia memutuskan membuka cabang kedua  di salah satu kantin BUMN yang berlokasi di Jalan Kapten A Rivai Palembang.

Untuk lebih memanjakan lidah konsumen, ia melengkapi menu di cabang kedua ini dengan menyediakan  pindang ikan gabus, pindang patin, dan pindang tulang.

 

3. Reni Novianty Revly, pemilik Kedai Siru

Tidak memiliki keahlian di bisnis kuliner, tidak membuat Reni Novianty Revly mundur untuk mencoba peruntungan dengan membuka usaha kuliner Kedai Siru pada tahun 2016.

Setelah 11 tahun meniti karir, akhirnya perempuan yang biasa disapa Anti ini memutuskan keluar dari pekerjaan dan fokus menjalankan bisnis kuliner.

Memanfaatkan halaman rumah yang cukup luas di Jalan Diponegoro No 20 Palembang, ia pun secara bertahap mulai mengembangkan usaha Kedai Siru dengan dana terbatas dari uang pesangon dan hasil  tabungan selama kerja.

Bermodalkan 10 meja dan 50 kursi, ia mulai menawarkan Kedai Siru sebagai tempat nongkrong bagi para komunitas. 

Kebetulan, pada saat itu belum ada pilihan tempat seperti kafe maupun kedai tersedia di seputaran lokasi Kedai Siru.

Tag
Share