Feng Yuxiang, Panglima Perang Abad 20

Feng Yuxiang--

JAKARTA, KORANRADAR.ID - Feng Yuxiang  (1882-1948) adalah seorang panglima perang pada masa Republik Tiongkok awal abad-20. Ia lahir di Kabupaten Chao, Provinsi Anhui (sekarang Kabupaten Chaohu) dari keluarga seorang pejabat militer Qing sehingga menghabiskan masa mudanya dalam lingkungan militer. Pada umur 16 tahun, ia menjadi tentara, disana sudah nampak potensinya sebagai seorang pekerja keras dan bermotivasi tinggi. 

Feng, seperti juga para perwira muda pada masa itu, tertarik dengan ide-ide revolusioner dan terlibat dalam sebuah pemberontakan militer yang menyebabkannya hampir dihukum mati atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara. Ia kemudian bergabung dalam Pasukan Beiyang pimpinan Yuan Shikai dan masuk Kristen pada tahun 1914. 

Karirnya sebagai panglima perang berawal pada tahun 1916, tidak lama setelah jatuhnya pemerintahan jenderal Yuan. Ia memerintah wilayah kekuasaannya dengan sistem campuran antara budaya paternalistik Kristen, sosialisme, dan displin militer yang tegas, ia sering membawa anak buahnya masuk Kristen dan dibaptis, juga melarang mereka mengkonsumsi opium sehingga ia mendapat julukan Panglima Kristen. 

Pada awal 1920-an, Feng dikenal sebagai salah satu panglima dari Komplotan Zhili (dinamakan sesuai wilayah Zhili yang meliputi Beijing, Tianjin, bagian selatan Hebei, Liaoning, dan Mongolia Dalam yang menjadi basis mereka). Komplotan ini terlibat pertikaian sengit dengan Komplotan Fengtian yang dikepalai Zhang Zuolin dan dalam Perang Zhili-Fengtian I, mereka berhasil mengalahkan Komplotan Fengtian. Pada saat itu pula, Feng mulai mencondongkan halauannnya pada Uni Soviet.

Tahun 1924, pada Perang Zhili-Fengtian II, Feng mengkhianati rekan-rekan panglima perangnya dengan menarik mundur pasukannya dan meninggalkan mereka. Akibatnya Komplotan Zhili melemah dan belakangan membuka jalan bagi Ekspedisi Utara oleh kaum nasionalis pimpinan Chiang Kai-shek, tindakan itu juga memungkinkan Zhang Zuolin menguasai Beijing. 

Pada bulan November tahun itu juga, Feng memaksa Kaisar Xuantong (Puyi), kaisar Tiongkok terakhir yang telah digulingkan dan sempat merestorasi tahtanya sebentar, turun tahta untuk kedua kalinya dan meninggalkan Istana Terlarang. Selama Ekspedisi Utara, Feng sekali lagi berpindah halauan, kali ini ia mendukung Chiang Kai-shek dengan tujuan menjatuhkan Zhang yang pada akhirnya berhasil dipukul mundur ke utara. Hingga tahun 1929, Komplotan Guominjun pimpinan Feng telah menguasai hampir seluruh daerah di utara dan tengah Tiongkok, namun ia juga banyak mendapat tekanan dari pemerintahan Kuomintang (nasionalis) di Nanjing. Akhirnya Feng bersama Li Zongren dan Yan Xishan memicu Perang Dataran Tengah melawan Chiang pada tahun 1930, dalam perang ini mereka dikalahkan oleh pasukan yang setia pada pemerintah Nanjing.

Menyusul kekalahannya, Feng dilucuti dari kekuasaan militernya dan bermukim di Shandong. Pada awal tahun 1930an ia aktif mengkritik pemerintahan Kuomintang pimpinan Chiang yang gagal menahan agresi militer Jepang. Pada 26 Mei 1933, ia menjadi komandan kepala Pasukan Gabungan Anti Jepang bersama Ji Hongchang yang menjabat komandan garis depan. Dengan kekuatan yang diklaimnya sebesar 100.000 orang, pasukan itu berhasil merebut Duolun (sekarang wilayah Mongolia Dalam) serta menghalau pasukan Jepang yang dibantu pasukan Manchukuo (negara boneka bentukan Jepang di kawasan Manchuria) dari Provinsi Chahar.

Hingga akhir Juli 1933, Feng bersama Ji Hongchang membentuk “Komite Pemulihan Empat Provinsi di Timur Laut” di Kalgan. Tak lama kemudian ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai komandan Pasukan Gabungan Anti Jepang karena ketidakcocokkan dengan Chiang, namun ia masih tetap mendukung Kuomintang. Antara tahun 1935 hingga 1945, ia menjabat berbagai posisi dalam tubuh tentara nasionalis maupun pemerintahan. Tahun 1935-1938 ia menjabat sebagai wakil presiden dewan militer nasional dan masih menjadi anggota lembaga itu hingga tahun 1945. 

Ketika Perang Tiongkok-Jepang II meletus pada tahun 1937, ia menjabat sebagai komandan kepala untuk zona perang VI. Setelah Perang Dunia II usai, Feng melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dimana ia mengkritik pemerintahan Presiden Harry Truman yang mendukung rezim Chiang. Feng meninggal tahun 1948 dalam kecelakaan kapal laut di Laut Hitam, saat itu ia sedang dalam perjalanan menuju Soviet. Jasadnya dimakamkan di Tiongkok dengan penuh kehormatan pada tahun 1953. (tio)

Tag
Share