Kuasa Hukum Darmanto Hadirkan Ahli Hukum Pidana Prof Derry Disidang Pra Peradilan

Supendi kuasa hukum Darmanto Effendi didampingi Ahli Hukum Pidana Assoc Prof Dr Derry SH MHum saat memberikan keterangan seusai sidang Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA--
PALEMBANG, KORANRADAR. ID - Supendi kuasa hukum Darmanto Effendi Pemohon Pra Peradilan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka menghadirkan Ahli Hukum Pidana Assoc Prof Dr Derry SH MHum dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus, Rabu (7/5/2025).
Dihadapan hakim tunggal Romi Sinarta SH MH, pihak Termohon Polrestabes Palembang dihadiri dari Tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Sumsel.
Assoc Prof Dr Derry SH MH dalam persidangan menyampaikan, bahwa berdasarkan UU No 23 tahun 2004 tentang KDRT bahwa untuk penelantaran ancamannya 3 tahun dengan daluarsa 6 tahun. "Ketika karena ikatan perkawinan tidak menjalankan kewajiban memenuhi kebutuhan keluarga masuk kategori penelantaran," ujarnya.
Terkait penyelidikan menurut ahli hukum pidana, bahwa sesuai Pasal 184 KUHP, dengan 2 alat bukti hukum terlapor bisa ditetapkan tersangka. "Nah kalau tidak berkenan tidak mau bertanda tangan itu hak saksi. Ada azaz, kalau diam itu berarti iya," kata Derry.
BACA JUGA:Terkesan Dipaksakan Jadi Tersangka, Oknum Penyidik PPA Dilaporkan ke Propam Polda Sumsel
Sementara itu pihak Bidkum Polda Sumsel Aiptu Heru Handoko menggali keterangan ahli hukum pidana, perihal kekerasan fisik atau psikis terjadi di tahun 2018. "Bagaimana ketika tersangka tidak menjawab pertanyaan penyidik. Dan tidak mau tanda tangan?," tanya termohon."Tugas penyidik melakukan penyelidikan untuk BAP, secara keabsahan untuk pembuktian serta klarifikasi," kata ahli hukum pidana.
Hakim Romi Sinarta SH MH giliran menggali keterangan ahli, apabila perihal visum terhadap terjadi KDRT tahun 2009 dan baru dilaporkan sekarang, lalu apakah masih berlaku? "Visum itu tidak ada daluarsanya, dan sah dikeluarkan rumah sakit yang sah," tegas ahli.
"Pasal 44 KUHP itu kekerasan fisik, Pasal 45 KUHP itu kekerasan psikis dan 49 KUHP itu delik biasa atau penelantaran. Daluarsa itu dilihat kejadian terakhir," ujar Assoc Prof Dr Derry SH MH.
Seusai sidang advokat Supendi SH MH mengutarakan, bahwa awal mulanya kliennya Darmanto Efendi ditetapkan Pasal 49 KUHP dengan sangkaan penelantaran. Karena bisa melampirkan bukti, bahwa selama ini memberikan nafkah makanya ditambahlah Pasal 44 dan Pasal 45 dan atau Pasal 49 dibelakangnya.
"Hanya karena penyidik terkesan ada titipan, makanya ditambahi Pasal 44 KUHP dan Pasal 45 KUHP. Titipan itu kami duga kejar tayang. Karena pada saat pemeriksaan saksi tambahan, hari itu juga langsung di BAP ulang, langsung dijadikan tersangka. Tanpa ada surat penetapan tersangka," ungkapnya. "Kemarin kami sudah membuat laporan ke Propam Polda Sumsel, laporan tersebut hingga saat ini belum ada tindak lanjut," kata Supendi.
Supendi melanjutkan, terkait perkara daluarsa, awal mula kejadiannya tanggal 14 Februari 2012, ditambah lagi atau sekitaran tahun 2018, ditambah lagi atau tahun 2022. Sedangkan kasusnya dilaporkan di tahun 2025.
"Dilaporkan pada saat kami melakukan gugatan cerai. Kalau menurut ahli yang kami hadirkan masuk daluarsa dan itu delik aduan," tukasnya.
Ahli Prof Dr Derry SH MHum Dosen Hukum Kampus STIPADA Palembang menambahkan, bahwa dalam UU PKDRT ada yang terkategori delik biasa dan delik aduan. Maka dari macam-macam delik ini, tidak bisa comot sana sini, karena semua ada pasangannya. Kalau masuk kategori delik berlanjut, maka delik terhenti karena selesai.
"Nah disini di dalam UU PKDRT itu ada dua delik, delik aduan dan delik biasa. Kalau delik aduan dalam Pasal 44 ayat 4 sehingga 1 - 3 delik bisa. Kemudian Pasal 45 ayat 2 itu delik aduan. Lalu kekerasan seksual delik aduan," terangnya.
Dari penetapan tersangka dikeluarkan penyidik, disitu dinyatakan melanggar Pasal 44 KUHP ayat 4, Pasal 45 ayat 2 dan 49, artinya Pasal 44 ayat 4 itu delik aduan pengacaranya bisa hitung daluarsanya kapan. Nah Pasal 45 ayat 2 itu delik aduan maka bisa dihitung daluarsanya.
"Mengetahui daluarsanya kita mengetahui bukti - bukti dimiliki pengacara. Beliau memiliki bukti autentik terjadi tindak pidananya. Perkara ini ada yang masuk kategori daluarsa itu delik aduan, dan ada yang masih berjalan karena delik biasa. Kalau masuk daluarsa, maka harus dikeluarkan SP3 surat pemberitahuan dehentikannya penyidikan," pungkasnya.